Pertolongan Pertama dan Penanganan Gigitan Ular Berbisa

Sejak pindah ke rumah baru, tidak jarang bertemu dengan ular baik yang berbisa maupun yang tidak berbisa di sekitar rumah. Bahkan kadang kucing kami juga gemar bermain dengan ular yang tak sengaja lewat di gang depan rumah.

Kasus gigitan ular merupakan salah satu kasus kegawatdaruratan yang umum ditemui tenaga kesehatan, umumnya jika daerah kerjanya merupakan daerah dengan populasi ular yang tinggi. Pertolongan yang cepat dan tepat dapat membantu menyelamatkan nyawa korban gigitan ular, terutama jika ular itu berbisa.

Jadi mari temani saya sejenak belajar tentang ular berbisa dan bagaimana penanganan gigitan ular berbisa. Jika tergigit ular besar tidak berbisa, seperti ular sanca, bahaya justru datang dari perdarahan jumlah besar yang berpotensi menimbulkan syok hipovolemik.

Pertama, ada lumayan banyak ular berbisa di Indonesia, setidaknya lumayan banyak untuk membuat kita merinding mendengarnya. Yang paling disebut pastilah ular kobra atau ular sendok.

Rinca Cobra
Cobra we stumbled upon while walking through the Komodo National Park. Very scary animal. This is a frame grabbed from a video I made. The cobra’s tail was trapped under a rotten log. He sure was unhappy at being rescued. A Photograph by Richard Wasserman.

Ular dari keluarga elapidae ini cukup dikenal di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Ular kobra tidak selalu mengancam kita dengan mematuk, namun juga menyemburkan bisa seperti yang dilakukan oleh Naja sumatrana (tersebar di Semenanjung Malaya, Thailand, Sumatera dan pulau sekitarnya) dan Naja sputatrix (tersebar di Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Komodo, Flores hingga Alor dan kemungkinan pulau di sekitarnya). Namun yang paling menakukan mungkin Ular Anang (King Cobra) yang paling besar dan panjang di jenisnya, namanya ophiophagus – bermakna ia juga memangsa sesama ular. Ular Anang cukup agresif jika diganggu, namun lebih sering memilih pergi meninggalkan daerah gangguan. Ular Anang ada di Pulau Sumatra, Mentawai, Jawa, Bali, Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya, meskipun kini populasinya semakin terdesak karena ekspansi pemukiman manusia.

Golongan elapidae lain yang cukup umum namun jarang dijumpai karena merupakan mahluk malam adalah ular belang/welang atau genus bungarus (krait, banded snake), mudah dikenali karena tubuhnya berpola belang melingkar. Saya tidak tahu tapi semua jenis saya rasa memiliki  belang seperti itu, kecuali mungkin Bungarus flaviceps yang berwarna gelap dengan kepala dan ekor berwarna merah.

Bungarus flaviceps
Khao Nan N.P., Tha Sala District, Nakhon Si Thammarat Province, Thailand. A Photograph by Michael Cota.

Bungarus dikenal dengan bisanya yang mematikan. Hindari kontak dengan ular ini. Di Indonesia terutama Bungarus fasciatus (belang kuning keemasan dan hitam) ada di Sumatra, Jawa dan Borneo. Meski sangat berbisa, namun karena perbedaan waktu aktif dengan manusia, jarang dilaporkan kematian akibat bisa ular ini.

Selain keluarga elapidae, maka keluarga viperidae (ular viper) yang cukup ditakuti masyakarat lokal karena racunnya yang juga mematikan. Di antaranya adalah golongan ular bandotan, bangkai laut dan ular tanah.

Yang paling ditakuti mungkin adalah ular bangkai laut, dalam beberapa bahasa disebut juga ular gadung luwuk, tarihu atau dalam bahasa Bali di tempat saya dikenal dengan lelipi teja. Warna hijaunya mencolok dan kontras dengan warna matanya yang kemerahan, biasanya suka ada di pepohonan dan ranting hijau, menyamarkan diri, cukup agresif jika terganggu. Yang khas adalah warna ekor merahnya, yang bisa sekilas membedakan dengan ular lain yang mirip seperti ular pucuk, ular bajing/hijau.

White-lipped Pit-viper / ????????????????????????
Trimeresurus albolabris is a venomous pitviper species found in Southeast Asia.Common names is Green Pit viper, White-lipped pitviper,white-lipped tree viper, white-lipped bamboo viper. A Photograph by Apisit Wilaijit.

Ular ini cukup umum ditemukan di Indonesia, termasuk di daerah saya sendiri di Bali. Dan sekitar separuh kasus gigitan ular di Indonesia, ular ini adalah penyebabnya. Racunnya berbahaya, dalam dosis besar dapat menyebabkan kematian.

Masih ada sejumlah ular berbisa lainnya, termasuk ular laut dan beberapa spesies lain yang mungkin tidak umum ditemukan di Indonesia. Di Indonesia juga ada yang golongan viperidae yang disebut Bandotan Puspa (Russel Viper/Daboia Ruselli), ular paling mematikan di dunia setelah Black Mamba. Ada juga ular cabe, namun saya tidak pernah melihatnya langsung. Dan yang banyak juga adalah ular tanah (Ankystrodon rhodostoma/Calloselasma rhodostoma), juga cukup beracun dari golongan viperidae.

Ular adalah bagian dari ekosistem kita yang saling mengisi, jika tidak ada ular di persawahan, bisa jadi hama tikus sudah merugikan para petani dalam jumlah besar. Oleh karena itu umum di tempat saya biasanya ular yang masuk ke pemukiman akan dipindahkan ke daerah yang jauh dari pemukiman warga, dan bukannya dibunuh. Kecuali untuk ular berbisa yang menyerang, mungkin sudah menjadi refleks bertahan hidup manusia juga untuk membunuhnya.

Coba hindari kontak dengan ular, jika Anda bertemu menjauhlah, jika menghalangi jalan, carilah jalan memutar atau biarkan ular lewat terlebih dahulu. Jika memasuki rumah atau pekarangan, silakan dipindahkan, jika tidak memiliki keahlian menangangi ular mintalah bantuan pada yang ahli/terbiasa menangani ular. Jangan asal bernyali, karena banyak ular tampak tidak berbisa dan tidak agresif namun justru mematikan.

Jika Anda digigit ular, kadang tidak tahu apa yang menggigit karena kejadian yang cepat, misalnya saat berkebun, Anda harus melihat pola luka yang dihasilkan. Jika luka polanya berupa huruf “U”, kemungkinan bukan dari ular berbisa, jika ada dua titik tusukan (yang kemungkinan besar akibat taring ular), maka kemungkinan besar itu adalah ular berbisa.

Apa yang perlu ada dalam pikiran Anda adalah mencari bantuan medis secepatnya. Jika Anda menemukan korban gigitan ular, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan untuk tidak coba-coba dilakukan:

  • Jangan biarkan korban bergerak berlebihan, semakin bergerak semakin cepat venom (bisa ular) menyebar. Jika perlu gotonglah korban ke manapun, berjalan kaki hanya jika terpaksa.
  • Jangan membalut torniket, membebat area luka atau di sekitar luka. Itu mungkin sedikit menghambat bisa yang menyebar di peredaran darah, namun dapat memperparah kerusakan jaringan lokal akibat bisa.
  • Jangan memberikan kompres dingin pada daerah gigitan, suhu dingin juga dapat merusak jaringan dan tidak membantu menginaktivasi venom.
  • Jangan menyayat bekas area bekas gigitan atau mencoba menyedot racun dengan mulut.
  • Jangan berikan obat-obatan penstimulasi atau penghilang nyeri kecuali diresepkan dokter.
  • Jangan berikan apapun pada korban melalui mulut. Yang berarti korban dipuasakan.
  • Jangan meninggikan area gigitan ular pada posisi di atas jantung korban.

Ingatlah pada prinsip primum no nocere, pertama-tama jangan lakukan sesuatu yang mencederai; menyayat, menyodot sembarangan, mengompres dingin, membebat keras dengan torniket adalah hal-hal yang mencederai dalam kasus ini. Dan pertolongan pertama pada gigitan ular yang dapat Anda berikan adalah (dengan tetap memperhatikan kaidah di atas):

  • Carilah bantuan medis secepat mungkin, siapkan/cari transportasi yang tidak membuat penderita bergerak terlalu banyak menuju lokasi bantuan medis terdekat.
  • Tenangkan korban, dan yakinkan bahwa penanganan gawat darurat yang tepat akan bisa menolong.
  • Batasi gerak penderita, dan pastikan daerah gigitan ular berada lebih rendah dari jantung korban.
  • Jika Anda menemukan alat penyedot (yang memiliki pompa tekanan negatif) untuk menangani gigitan ular berbisa, gunakan sebagai penanganan awal sesuai instruksi pabrikannya.
  • Jika terjadi pada ujung jari, lepaskan cicin dan semua yang dapat menyekat, karena di sana mungkin terjadi pembengkakan. Buat bidai yang longgar hanya untuk membatasi gerak korban.
  • Jika area gigitan mulai membengkak dan/atau berubah warna, kemungkinan besar ularnya berbisa.
  • Pantau tanda vitalnya, seperti temperatur tubuh, laju napas, dan tekanan darah jika bisa. Jika muncul tanda syok (seperti memucat), baringkan korban, tinggikan kaki sedikit saja, dan selimuti agar hangat.
  • Bawa serta ular berbisa yang menggigit dalam keadaan mati, ini berlaku hanya jika bisa dilakukan secara aman. Jangan buang waktu dengan memburu ular, dan jangan risikokan diri mendapat gigitan lagi jika tidak mudah membunuh ular. Jangan lupa untuk berhati-hati menempatkan kepala ular yang mati saat membawa serta ke rumah sakit, meski sudah mati beberapa jam, ular masih memiliki refleks menggigit. Saya sendiri tidak tahu pasti bagaimana hal ini dapat terjadi.

Sesampainya di rumah sakit, petugas kesehatan akan memberikan bantuan. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan untuk menentukan tindak lanjut. Pemeriksaan tambahan juga mungkin akan disarankan, misalnya hitung darah lengkap, waktu protrombin, kimia darah (elektrolit, BUN, kreatinin), termasuk mungkin urinalisis untuk kemungkinan adanya myoglobinuria. Jika gejalanya sistemik, pemeriksaan analisa gas dan laktat darah akan diperlukan. Pemeriksaan rontgen jarang diperlukan, kecuali rontgen polos dada jika dicurigai adanya edema pulmoner atau foto polos jika dicurigai ada taring ular yang tertinggal di dalam bekas gigitan.

Yang cukup signifikan pada gigitan ular adalah diperolehnya antivenin/antivenom baik yang polivalen (untuk beberapa jenis bisa ular) ataupun yang monovalen (spesifik untuk bisa ular tertentu). Di Indonesia disebut sebagai serum antibisa ular (ABU), bisa digunakan untuk beberapa jenis ular yang banyak ditemui di Indonesia, misalnya Naja sputatrix, Bungarus fasciatus, dan Ankystrodon rhodostoma.

Antivenom-1
Antivenoms from around the world – 1972. A Photograph by Rich Sajdak.

Selain pemberian antivenom, antibiotik juga direkomendasikan sebagai profilaksis dan pada kasus-kasus berat, sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas terhadap bakteri gram negatif disarankan, ceftriaxone misalnya. Meskipun gigitan ular tidak membawa bakteri Clostridium tetani, namun saat gigitan bakteri lain bisa masuk ke dalam luka, profilaksis toksoid tetanus difteri disarankan bagi mereka yang belum terimunisasi (namun pada wanita hamil hanya sebaiknya toksoid tetanus saja, tanpa difteri).

Meski tidak semua gigitan ular berbisa membahayakan, beberapa dikenal dengan “dry bite“, yang merupakan gigitan yang tidak menanamkan bisa ke tubuh korban – namun pengawasan akan tetap disarankan melalui rawat inap. Biasanya ada obeservasi awal di  UGD selama 8 – 10 jam, namun sering kali sulit dilakukan, pertama karena UGD sering kali memerlukan ruang kosong untuk pasien lain, atau kondisi yang parah akan memerlukan penanganan segera di ICU.

Sindrom kompartemen adalah komplikasi yang paling umum dari gigitan ular, terutama keluarga viperidae. Operasi sangat mungkin diperlukan untuk mengatasi hal ini, jika tidak ingin memunculkan dampak lebih buruk lagi.

Luka pada bekas gigitan akan dapat menimbulkan infeksi dan kerusakan kulit. Penanganan infeksi bisa dibantu dengan antibiotik.

Komplikasi serius lainnya yang mungkin terjadi adalah komplikasi kardiovaskuler, hematologi, dan kolaps pulmoner. Neurotoksisitas dengan myokymia otot-otot pernapasan bisa mengarahkan pada gagal napas. Penanganan yang cepat dan tepat membuat kematian jarang terjadi.

Komplikasi karena antivenin juga dapat terjadi berupa reaksi hipersensitivitas segera tipe I (anafilaksis) dan tipe III yang lambat (serum sickness). Beberapa gejala sisa, seperti nyeri mungkin dapat berlangsung lama, atau mungkin timbul complex regional pain syndrom tipe I yang sampai saat ini belum begitu dipahami. Timbulnya pembengkakan, perubahan aliran darah, aktivitas sudomotor abnormal pada wilayah nyeri, hingga allodynia (nyeri yang timbul pada stimulus yang sewajarnya tidak menimbulkan nyeri).

Bacaan lebih lanjut yang dapat membantu:

  1. Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular Berbisa | Badan POM.
  2. Snakebites | The Merck Manual.
  3. Snakebite | Medscape reference.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.