Rindu Makan (ini).

Sekeren apapun karya koki di atas piring saji, seenak apapun makanan Italia yang pernah saya nikmati, tak ada satupun yang bisa menggantikan masakan negeri sendiri.

Saya tak bisa memungkiri bahwa salah satu tantangan hidup di negeri asing adalah harus bisa beradaptasi menahan rindu makanan negeri sendiri. Ini bukan Belanda, dimana saya mungkin bisa dengan mudah menemui kedai ataupun restoran Indonesia. Ini Nigeria di Afrika, tempat dimana saya hanya bisa menghitung dengan jari berapa banyak restoran Asia, adapun hanya restoran Cina, Thailand dan beberapa yang menawarkan masakan Jepang. Dan sungguh, hanya bisa dihitung jari. Selebihnya restoran kebarat-baratan ala Inggris, pengaruh Afrika Selatan, dan gempuran imigran-imigran Lebanon seperti jamur yang tumbuh diantara restoran Nigeria sendiri. Lidah saya sudah cukup mahir beradaptasi menyantap makanan lokal, mencoba English Breakfast, hingga jajajan kebarat-baratan tadi. Tapi apa saya menyukai itu semua? Bisa jadi. Tapi makanan-makanan itu tetap ada di nomer sekian dibanding makanan Indonesia.

Saya tak bisa memungkiri pula, bahwa tahun pertama saya kembali ke Indonesia tidak memanfaatkan waktu dengan baik untuk mengeksplor lagi cita rasa makanan Indonesia. Itu kesalahan dasar, seakan saya lupa saya akan kembali menembuh sebelas bulan hidup tanpa makanan-makanan enak yang mustahil saya temui disini. Saya berjanji, tahun ini, saya akan lebih banyak ‘blusukan‘ ke pasar tradisional, mengunjungi beberapa kedai-kedai masakan Indonesia yang namanya sudah terkenal ‘maknyus‘, mengeksplor beberapa tempat yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya, makan, makan dan hanya makan.

Akhir-akhir ini saya hanya bisa menahan rindu dengan melihat beberapa makanan Indonesia ini *glek.

Rindu ini 3

Sate Karak.

Saya sempat mencoba salah satu jenis sate yang saya dapat di sekitaran Ampel ini secara spontan, tak ada rencana hunting kuliner sebelumnya. Sate Karak yang disajikan dengan nasi hitam ini rasanya berbeda. Gurih dan menarik. Sebenarnya saya ini cerewet jika mendengar ‘jeroan’. Saya tidak menyukainya sama sekali. Tapi toh saya mengesampingkan ketidaksukaan itu hanya untuk melampiaskan kerinduan akan sate ini. Meskipun saya hanya menyantap dua tusuk sate saja karena masih terpikir itu jeroan. Sate yang berasal dari usus sapi ini dibumbui dahulu dengan bumbu khusus kemudian dibakar. Nikmatnya seporsi sate karak ini muncul saat poya manis dan parutan kelapa segar menyatu dengan rasa nasi hitamnya yang agak hambar.

Rindu ini 2

Molen dan Onde-onde mini.

Melihat gambar ini saja saya langsung ingat rumah, hehehe. Ya, setiap kali mengitari kawasan Ampel yang tidak jauh dari rumah selepas maghrib, Bapak ataupun Ibu saya biasa minta dibelikan jajanan ini. Onde-onde mini yang rasanya manis dan renyah ini memang paling enak dimakan saat santai hanya ditemani teh tawar hangat. Molen? sama saja, adonan tepung renyah yang membalut potongan pisang rasanya juga *glek. Kecerewetan saya yang lain tentang penganan yang diolah dengan teknik deep-fried tentu saja saya tepis kemarin. Bagaimana saya bisa memenangkan ego untuk menghindari penganan deep-fried seenak onde-onde mini dan molen? Tanya saja bang Nuran enaknya Molen seperti apa.

Rindu ini 1

Terang Bulan atau Martabak Manis?

Ah sama saja. Ada yang menyebutnya Martabak manis ada pula yang menyebutnya Terang bulan. Jajanan ini sempat saya beli kemarin. Saya memilih isian yang full cheese *glek lagi. Yang saya suka dari penganan ini adalah tekstur kulit tepungnya yang lembut, bagian garing yang biasa saya dapat di pinggirannya, serta isiannya yang bisa disesuaikan. Saya selalu memilih bagian paling fat saat terang bulan selesai dipotong setelah dilipat. Kala memesan terang bulan saya selalu meminta penjualnya untuk tidak melumurkan mentega di atas kulitnya. Ya, saya kurang suka jika kulitnya berminyak.

Rindu ini 4

Rujak Cingur.

Aduh, ini kenapa semakin ke bawah foto yang saya ambil tahun lalu semakin membuat saya *glek. Rujak Cingur? Ya, Rujak Cingur. Ada yang tidak suka makanan khas Jawa Timur ini? Kesalahan besar. Paduan bumbu kacang yang diulek dengan petis, pisang mentah, garam, dan cabai ini rasanya ya Tuhan, kenapa bisa enak seperti itu? Apalagi disajikan dengan lontong, sayuran, tahu, tempe, dan cingur. Cingur adalah satu-satunya bagian luar sapi yang lolos dari daftar ‘kecerewetan’ saya. Saya benar-benar bisa lahap menyantap rujak ini.

Sebenarnya saat kembali kesini saya sudah menyiapkan petis untuk membuat rujak versi saya sendiri. Malangnya saya lupa menaruhnya di dalam koper. Petugas di bandara pun menyita petis saya itu, padahal hanya sekotak kecil. Benar-benar sial. Damn! I’m craving you Rujak!

Rindu ini 6

Sop, Perkedel, Empal dan Tempe!

Yang terakhir, masakan Ibu saya. Sop itu satu makanan favorit saya. Berbagai sayuran yang dimasak dengan kuah berbumbu disantap dengan perkedel kentang, empal daging dan tempe. Plus sambal koreknya. Adakah yang lebih enak daripada ini?

Ah andai saja tiket Lagos-Jakarta seharga Jakarta-Singapura, langsung tancap gas deh, pulang! Kemudian hunting makanan-makanan ini hingga kerinduan saya lenyap. *sigh.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.