Apa yang dilakukan sepanjang perjalanan?

Itu adalah salah satu topik obrolan kami bertiga dalam perjalanan di mobil kemarin.

Topik ini mulai disinggung ketika Anak Lanang menyampaikan bahwa ada perbedaan antara dirinya dan anak-anak lain dari generasi yang lebih muda. Salah satunya adalah mengenai apa yang dilakukan saat dalam perjalanan di mobil. Ia bercerita, dulu saat dia masih kecil masih belum lazim anak dikasih gadget sebagai teman perjalanan. Jadi yang dia lakukan adalah berkhayal. Misalnya: membayangkan Spiderman bergelantungan di gedung-gedung yang ia lihat di tepi jalan, atau membayangkan mainan mobil-mobilan yang ia bawa turut melaju kencang di samping mobil yang ia naiki.

Menarik sekali menurut saya.

Saya gantian bercerita. Dulu waktu saya kecil, saat pergi keluar kota salah satu hal yang saya lakukan adalah menyimak tulisan di papan nama toko atau kantor di tepi jalan. Ada rasa senang saat mendapati papan nama yang saya baca menyebutkan nama kota yang bukan Solo atau Surakarta. “Wah, sudah ganti kota,” pikir saya waktu itu. Makin bersemangat lagi saat membaca nama-nama kota yang jarang saya dapati atau jauh, seperti Pekalongan atau Tegal. Tidak jarang nama-nama toko yang unik saya ingat waktu itu.

Berbeda lagi dengan istri saya. Dalam perjalanan keluar kota, saat kecil dia sering bertanya pada orang tuanya, “Kita sudah sampai mana?” Dan saat dijawab, ada rasa takjub dan heran, “Hebat ya ortuku tahu saja ini sudah ada di mana,” tanpa tahu bahwa mungkin ortunya juga membaca papan nama di jalan 🙂

Apa yang teman-teman lakukan saat di perjalanan, terutama saat masih kecil dulu?

Menemani

Semenjak Anak Lanang masuk usia remaja, kemampuan dia untuk berdiskusi (baca: ngeyel, berdebat, membantah) meningkat pesat. Sebagian terkait dengan hal-hal yang baru, karena pengetahuannya dan keingintahuannya meningkat. Dia mulai belajar memberikan penilaian atas banyak hal (dan banyak penilaian dia atas hal-hal itu yang menarik dan di luar dugaan saya). Namun sebagian lainnya terkait dengan hal-hal yang sebenarnya yang sudah ia ketahui tapi tak kunjung ia lakukan dengan aneka alasan yang makin kreatif ia ciptakan. Hal-hal yang sebenarnya masalah “sederhana”, semacam soal pengaturan waktu, kerapian, ketertiban mengerjakan tugas.

Saya dan istri memahami betul memang ini adalah masa saat ia beralih dari pribadi anak yang hampir sepenuhnya diatur aktivitasnya menjadi pribadi dewasa yang mulai mandiri dalam menentukan jalan pemikiran dan aktivitasnya. Dalam masa peralihan ini tentu ada proses belajar untuk menilai situasi, mengatur prioritas, membuat agar pemahaman dan perilaku sejalan. Kami sendiri pernah menjadi anak yang beralih menjadi orang dewasa dengan segala gejolak dalam masa peralihan itu.

Namun yang bagi saya menarik dan menantang adalah menemani dia dalam semua proses belajar itu. Banyak hal yang rasanya harus saya ingatkan berulang kali, dengan aneka cara, untuk memastikan ia paham sepenuhnya dan mampu menimbang dan melakukan aneka hal dengan prinsip-prinsip yang benar.

Di tengah rasa lelah dan jenuh yang kadang muncul, kemarin saya terpikir lagi: jika bukan kami orang tuanya yang memainkan peran sebagai “rekan diskusi” Anak Lanang, siapa lagi? Maka yang kemudian timbul adalah rasa syukur bahwa kami memiliki kesempatan ini, kesempatan untuk menemani dia dalam perjalanan dia untuk tumbuh menjadi dewasa. Kesempatan yang mungkin tidak semua orang tua memilikinya.

“Kalo nge-date isinya ya ngobrol doang Pak”

Demikian kata Bagus, tokoh utama dalam film “Jatuh Cinta Seperti di Film-film”, pada Pak Yoram.

Beberapa minggu lalu saat film ini mulai tayang di bioskop, dari judulnya yang unik saya sudah penasaran ini film tentang apa. Seorang teman juga terus ngompori agar kami pergi menonton. Namun saat itu jadwal saya dan istri belum memungkinkan untuk bisa nonton bioskop. Minggu kemarin saya sebenarnya mengira bahwa film itu sudah habis masa tayangnya. Tapi ketika iseng saya cek jadwal di bioskop, eh kok masih. Berarti mungkin film ini memang bagus. Akhirnya kami baru bisa nonton Senin kemarin.

Film ini menceritakan tentang Bagus – seorang penulis naskah film – yang tanpa sengaja bertemu kembali dengan Hana – teman SMA yang dulu pernah dekat di hatinya. Hana masih dalam suasana berduka setelah suaminya meninggal. Dalam usia mereka yang sudah menginjak kepala empat, Bagus berusaha meyakinkan Hana untuk jatuh cinta sekali lagi.

Read more…

Cuti Seminggu

“Maaf ya Pak, minggu depan saya cuti seminggu. Jadi berkas-berkas Bapak baru bisa saya urus nanti setelah saya selesai cuti. Maaf jika jadi tertunda.” kata Mbak Admin di sebuah kantor tempat saya menyelesaikan sebuah proyek.

Saya mendapat permintaan maaf itu hari Jumat sore hampir dua minggu lalu. Beberapa waktu sebelumnya, saya sudah menyelesaikan sebuah pekerjaan pembuatan aplikasi. Tinggal proses administrasi serah terima agar pembayaran bisa dicairkan. Dengan apa yang disampaikan Mbak Admin tersebut, artinya penerimaan pembayaran akan tertunda. Ya mau bagaimana lagi.

Hari ini akhirnya proses administrasi serah terima saya tuntaskan. Waktu bertemu dengan si Mbak Admin tadi saya iseng bertanya, “Kemarin cuti seminggu pergi ke mana Mbak?”

Jawabannya agak mengejutkan saya.

“Saya nggak pergi ke mana-mana kok Pak. Saya cuti seminggu karena anak saya yang TK pengen diantar jemput sekolah oleh ibunya.”

“Setelah beberapa hari saya antar jemput sekolah, anak saya bilang, ‘Wah, seru diantar jemput Ibuk’.”

Mendadak saya merasa lebih rela menghadapi mundurnya pembayaran pekerjaan saya.

=======

Di balik wajah pekerja kantor dan sosok profesional yang sering kita jumpai setiap hari dalam pekerjaan, ada sosok lain di dalam diri mereka sebagai suami, istri, ayah, ibu, anak, kakak, adik, atau sosok lain apapun dalam keluarganya.

Obrolan ringan tadi mengingatkan saya betapa berharganya waktu untuk keluarga. Saya bersyukur saya dan istri memilih menjalani pekerjaan kami seperti sekarang ini, yang memungkinkan kami bisa mengatur waktu lebih fleksibel untuk keperluan keluarga. Tentu ada harga yang harus kami bayar untuk itu. Tapi rasanya sepadan.

Categories: kehidupan, keluarga Tags: ,

Gua Batu Cermin

Tempat wisata ini terletak sekitar 20 menit perjalanan dengan kendaraan bermotor dari pusat kota Labuan Bajo. Saat menuju ke sana dengan panduan Google Maps, kami sempat nyasar karena rute berujung pada sisi belakang dari Gua Batu Cermin. Setelah mendapat panduan dari penduduk setempat barulah kami bisa sampai di lokasi.

Read more…

Tentang ekstrakurikuler, cita-cita, dan bersikap realistis

Sepanjang tahun ajaran lalu, Anak Lanang memilih ikut ekstrakurikuler basket. Dia terpilih masuk tim meski sebagai pemain cadangan. Ia giat berlatih seminggu dua kali sesuai jadwal. Tugas latihan di luar jadwal juga rutin ia kerjakan. Saat itu sebenarnya ada kegiatan ekskul lain yang ingin dia ikuti, tapi jadwalnya bertabrakan dengan ekskul basket sehingga ia harus pilih salah satu. Ia pilih basket.

Read more…

Jurus Tangan Kosong

Pada suatu hari Minggu malam, Dessy menerima pesan berisi pertanyaan dari mama teman sekelas Karel di sekolah. Teman Karel ini termasuk anak rajin di kelasnya, tekun belajar.

Si mama menanyakan apakah benar buku pelajaran Bahasa Inggris dikumpulkan di sekolah. Setelah ditanyakan pada Karel, dia membenarkan hal itu.

Si mama teman Karel lanjut menanyakan untuk ulangan besok Karel belajarnya bagaimana/menggunakan bahan belajar apa. Kami juga agak terkejut karena rupanya besok ada ulangan. Tapi jawaban Karel lebih mengejutkan.

Read more…
Categories: anak, keluarga Tags: , ,

CODA

Ruby, tokoh utama dalam film ini, adalah seorang gadis remaja dari sebuah keluarga Tuli (tunarungu). Ayah, ibu, dan kakak laki-laki Ruby Tuli. CODA sendiri merupakan singkatan dari “child of deaf adults”. Mereka sekeluarga berkomunikasi dengan menggunakan American Sign Language (ASL). Meski lahir dalam keluarga Tuli, Ruby memiliki bakat menyanyi. Frank dan Leo – ayah dan kakak Ruby – bekerja sebagai nelayan.

Kehidupan nelayan yang memang keras, mendapat tantangan ekstra ketika Frank dan Leo mencoba mengorganisir koperasi untuk nelayan. Demi terwujudnya koperasi tersebut diperlukan lebih banyak lagi komunikasi, yang selama ini memang banyak dijembatani oleh Ruby sebagai penerjemah. Di sisi lain, Ruby mendapat kesempatan untuk melakukan audisi masuk sekolah musik dan memerlukan waktu ekstra untuk berlatih.

Read more…
Categories: film, keluarga Tags: , , ,

Abonemen Koran

Kemarin saya mengabarkan pada loper koran saya bahwa mulai bulan depan saya berniat menghentikan langganan harian cetak Kompas.

Sulit untuk dijelaskan kapan saya mulai berlangganan Kompas.

Read more…
Categories: bahasa, budaya, buku Tags: , , ,

Main-main dengan ChatGPT

Beberapa hari ini, dunia dihebohkan dengan kehadiran model bahasa bernama ChatGPT. ChatGPT “dilatih” untuk bercakap-cakap dalam bahasa manusia. Tanggapan ChatGPT atas pertanyaan dan pernyataan yang disampaikan pengguna manusia terasa sangat natural.

Baru hari ini saya berkesempatan mencoba bercakap-cakap dengan ChatGPT ini. Saya mencoba bercakap-cakap dengan dua bahasa: Inggris dan Indonesia, dan semuanya ditanggapi dengan mulus olehnya.

Awalnya saya mencoba menanyakan pertanyaan-pertanyaan “mudah”, seperti berikut ini:

Read more…