.: Petualang Kehidupan :.

Hidup ibarat berpetualang, memerlukan bekal yang cukup untuk mencapai tujuan. Jika surga tujuanmu, sudah cukupkah bekal yang kau siapkan??

PRAMEKS

Stasiun Kutoarjo (+14)

Waktu menunjukkan pukul 8.45. Seperempat jam lagi kereta Prameks berangkat menuju Yogya. Stasiun Kutoarjo tampak ramai. Aris turun dari motor kemudian mencium tangan Ayahnya, tidak lupa cipika cipiki, emang hanya tukul yang bisa? Dari rumahnya menuju stasiun cukup jauh sehingga dia diantar oleh ayahnya. Aris menuju loket penjualan tiket.

“Jogja satu mbak”, ucapnya sambil menyerahkan uang 7000 rupiah kepada wanita berdandan cantik, petugas loket KA. Seorang perempuan paruh baya tiba-tiba kedepan ingin membeli tiket, sepertinya dia tidak melihat atau tidak mau melihat beberapa orang yang antri di belakang nya. Orang-orang yang antri pun, tidak terima. Antrian jadi agak kacau.

“Bu, antri dulu di belakang” Aris berusaha menyadarkan pada ibu itu sambil tangannya menunjukkan ke belakang antrian. Untungnya aku sudah duluan beli tiket, batinnya. Ia masuk ke dalam stasiun. Sekilas tampak seorang polisi agak gendut mengatur antrian yang agak kacau tadi.

Sambil berjalan menuju kereta, kepala Aris sempat bergeleng-geleng. Beginikah Indonesia? Untuk antri saja kalah dengan bebek. Sampai-sampai polisi yang sedang duduk manis harus turun tangan. Mungkin memang itu kerjanya polisi disitu. Entahlah. Yang jelas kondisi seperti ini bisa diubah dengan mulai dari kesadaran diri sendiri. Semoga saja 10 tahun kedepan kondisi Indonesia sudah berubah 180 derajat menjadi lebih baik. Ah, mungkin kelamaan jika menunggu 10 tahun hanya untuk membiaskan disiplin, apalagi hanya soal antri.

Aris memasuki Prameks (jangan salah baca, Prameks bukan obat sakit kepala, itu paramex)yang cukup penuh, meski tidak sepenuh hari libur seperti biasanya sampai desak-desakan sambil berdiri. Kereta api Prambanan Ekspres memiliki rute Kutoarjo-Jogja-Solo. Sebagai orang Kutoarjo, Aris cukup bangga karena stasiunya termasuk stasiun besar di Jawa. Stasiun Kutoarjo memiliki armada KA tersendiri. Jika Anda pernah mendengar kereta Sawunggalih, itu adalah kereta api yang start & finish di Kutoarjo. Bahkan SBY pun pernah ke stasiun kutoarjo ketika peresmian Jalur ganda, untuk Prameks, beberapa tahun yang lalu.

Baru kemarin sore Aris pulang, tapi pagi ini ia berangkat lagi ke Jogja. Selain kangen dengan kedua orang tuanya, belum dapat kiriman bulanan, ia juga berkepentingan tambal gigi. Beberapa minggu sebelumnya giginya pecah gara-gara makan makanan yang agak keras ketika ditawari temannya. Sakit gigi ternyata cukup menderita. Terkadang untuk meramerasakan sehat, seseorang harus sakit terlebih dahulu. Mungkin. Sementara amanah di Jogja menunggunya. Urusan Kos, OSPEK, Romadhon, baik di Jurusan, Fakultas, maupun Universitas menunggu sentuhannya.

Aris memperoleh tempat duduk agak jauh dari pintu. Semua tempat duduk penuh. Ada beberapa penumpang yang berdiri. Ia mengeluarkan buku dari tasnya lalu membacanya. Menunggu sampai Jogja menghabiskan satu jam. Jika hanya digunakan untuk melamun akan sangat sia-sia. Menunggu adalah hal yang membosankan, hanya orang yang cerdas yang akan memanfaatkan dengan baik. Ialah orang yang beruntung. Sebagaimana kita hidup sebenarnya sedang menunggu saat untuk mati.

Sesekali Aris melemparkan pandangannya ke jendela kereta api. Gunung, sawah, sungai, pohon, membuatnya takjub pada Sang Penciptanya. Subhanalloh, ucapnya lirih. Tangannya kembali membuka buku karangan Hemawan Kartajaya, berjudul As Gym A Spiritual Marketer yang ia pinjam bebepa hari yang lalu dari sahabatnya. Buku yang mengulas prinsip-prinsip bisnis yang dijalankan Aa Gym.

Prameks berhenti melepas lelahnya sejenak di stasiun Jenar. Sedikit orang yang turun, mungkin karena stasiun Jenar & Kutoarjo masih sama-sama di Purworejo. Namun yang naik tidak sedikit. Prameks bertambah penuh. Seorang ibu tua, bisa disebut nenek, tampak mesra bersama suaminya memasuki kereta Prameks. Terlihat nenek tersebut memutar pandanganya mencari celah kursi yang kosong. Aris memasukkan bukunya ke dalam tas. Ia bermaksud memberikan tempat duduknya.

Ah, kalah cepat. Keduluan orang yang di dekat pintu kereta. Aris duduk kembali. Tidak lama kemudian masuklah seorang ibu dengan bawaannya yang cukup merepotkan, memasuki Gerbong Prameks. Ia berjalan sambil menoleh kanan kiri siapa tahu ada tempat duduk kosong.

“ Silahkan duduk bu!” ucap Aris seramah mungkin. Ia tidak mau kalah cepat untuk kedua kalinya.

“Makasih Mas”, ibu itu tampak lega.

Aris berdiri di dekat pintu kereta, masih 50 menit lagi sampai Jogja. Itu berarti ia harus berdiri selama itu. Melelahkan pasti, tapi ia puas. Puas karena bisa membantu ibu itu. Ia teringat kemarin sore ketika pulang ke kutarjo. Posisinya di dekat pintu sambil berdiri (juga membaca buku). Ada seorang ibu  yang mencari duduk. Beberapa laki-laki didekatnya bukannya memberikan tempat duduk, mereka malah pura-pura tidak melihat. Ingin rasanya ia marah pada mereka. Selain karena laki-laki, mereka masih muda, lebih kuat dari seorang wanita apalagi sudah tua.

Aris teringat kisah di novel Ayat-ayat cinta. Kata si Fahri, Di Mesir tidak akan terlihat seorang laki-laki duduk manis dalam kereta/bis sementara di sekitarnya ada seorang perempuan atau orang tua. Entah benar atau tidak. Yang jelas, untuk mengubah itu harus dimulai dari diri sendiri & dari sekarang.

Tanpa disadari, sepasang mata memperhatikan tingkah laku Aris. Wanita itu tersenyum manis. Entah apa yang sedang dipikirkannya. Aris yang menggunakan jaket bertuliskan UGM kembali membuka lembaran buku yang dipegangnya sambil berdiri di dekat pintu. Kotak besi berwarna kuning itu terus melaju, ingin belajar disiplin tepat waktu.

8 Agustus 2009

13:25

Tinggalkan komentar

Information

This entry was posted on 21 September 2010 by in Cerita Fiksi, hikmah, sepotong episode.