elsa @biodie$3L … 03/02/ 201empat_220714


Bp6LzoUCEAAytSN.jpg large[JAKARTA] Asosiasi Produsen Biodisel (Aprobi) menyatakan kesiapannya jika nantinya pemerintah mengembangkan biodisel 20 persen (B20) sebagai bahan bakar minyak (BBM) pada 2015.

Sekjen Aprobi Togar Sitanggang di Jakarta, Minggu, mengatakan saat ini pemerintah sedang melakukan ujicoba B20 di kendaraan bermotor sejauh 40 ribu kilometer selama Juli hingga September mendatang.

“Kalau (ujicoba) B20 ini berhasil maka pada 2015 bisa dipergunakan. Dan kalau Oktober nanti keluar rekomendasi (pemanfaatan B20) maka kita tak akan kaget kalau pemerintah keluarkan B20,” katanya.

Sebelumnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan uji jalan pemanfaatan biodiesel 20 persen (B20) di kendaraan bermotor sejauh 40 ribu kilometer (Km) yang melibatkan enam unit kendaraan yang melintasi jalan dengan berbagai kondisi.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan uji jalan ini untuk mendapatkan rekomendasi teknis guna mendukung keberhasilan implementasi B20.

Jarak tempuh keenam kendaraan itu per harinya mencapai 500 Km. Adapun rute yang dilalui dari kantor Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Serpong – tol Jagorawi- Puncak- Cianjur- Padalarang-Cileunyi- Bandung-Lembang-Subang-Cikampek-Palimanan- Karawang-Cibitung-dan kembali ke Serpong.

Rute tersebut dipilih dengan mempertimbangkan kondisi riil jalan seperti jalan bebas hambatan, jalan dengan lapisan beton, jalan dengan medan menanjak maupun menurun, lalu lintas padat maupun kondisi jalan dengan suhu dingin seperti di daerah Puncak.

Biodiesel merupakan bahan bakar nabati (BBN) yang dicampurkan ke bahan bakar minyak (BBM). Campuran itu sebanyak 20 persen yang kemudian disebut dengan biodiesel 20 persen (B20).

Saat ini pencampuran BBN sebesar 10 persen dan rencananya penerapan B20 dilakukan pada 2016.

Sekjen Aprobi Togar Sitanggang menyakini bila hasil uji coba berhasil, akan menguntungkan produsen biodiesel.

Menurut dia, pihaknya sudah melakukan ujicoba secara internal pada kendaraan perkebunan bahkan sampai 80 persen.

“Perkebunan kita bisa gunakan B60, bahkan perusahaan B80. Tapi kita nggak saintifik, gak bisa sebutkan tingkat keberhasilan karena sebatas lebih murah,” katanya.

Kurang kondusif Pada kesempatan itu Togar mengatakan, secara umum harga biodiesel sekarang ini kurang kondusif bagi perusahaan biodiesel.

Penyebabnya, tambahnya, formula harga MOPS (Mean Oil Platt Singapore atau harga rerata transaksi bulanan minyak di pasar Singapura) solar maksimal yang dipakai Pertamina tidak memperhitungkan harga CPO yang menjadi bahan baku biodiesel.

Seperti sekarang ini, harga CPO sudah di kisaran 880 dolar AS per ton ditambah dengan biaya olah sebesar 150 dolar AS per ton sehingga total biaya pokok produksi mencapai 1.050 dolar AS per ton.

Itupun biaya transportasi masih ditanggung oleh produsen, tambahnya, sedangkan, harga MOPS solar sekitar 888,3 dolar AS per ton.

“Dengan harga ini jelas kami rugi karena CPO sebagai bahan baku, harganya sudah lebih tinggi dari MOPS solar. Selain itu, muncul ketidakpastian,” kata Togar Sitanggang.

Oleh karena itu Aprobi meminta pemerintah supaya mengkaji ulang harga tender biodiesel.

Menurut dia, produsen tidak keberatan Pertamina memakai MOPS solar asalkan hanya ditujukan kepada biodiesel bersubsidi atau Public Service Obligation (PSO). [Ant/N-6]

 

TEMPO.CO , Bandung – Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Budiman mengatakan, dalam waktu dekat akan menguji penggunaan biofuel pada pemakaian kendaraan pejabat militernya sebelum dicoba pada tank.

“Dalam beberapa minggu lagi ktia coba pada mobil-mobil pejabat dulu,” kata dia selepas mengisi Seminar Nasional soal Cyber Warfare di Institut Teknologi Bandung, Sabtu, 14 Juni 2014. (Baca: PT DI Akan Bangun Heli Panther untuk TNI AL)

Saat berbicara dalam seminar itu, Budiman sempat menyingung rencana penggunaan biofuel mendukung program kemandirian energi. Dia mencontohkan biofuel itu salah satu dari sekian riset yang tengah digarap TNI Angkatan Darat dengan sejumlah perguruan tinggi.

“Hasil-hasil riset itu akan kita pakai sendiri,” kata Budiman.

Budiman mengungkapkan, biofuel yang digunakan belum murni mengganti 100 persen bahan bakar, baru menjadi campuran bahan bakar dengan porsi 50 persennya.

“Saya akan pakai di mobil-mobil pejabat dulu, kalau rusak masih mampu ganti. Setelah tidak ada masalah, kami akan pakai di tank kami yang sangat boros (bahan bakar),” kata dia. (Baca: TNI AD Pakai Kapal Komando Buatan Dalam Negeri)

Menurut Budiman, biofuel yang tengah dikembangkan bersama sejumlah perguruan tinggi itu berasal dari beragam bahan nabati. Diantaranya, berasal dari tanaman sorgum, kemiri sunan, sawit, jagung, serta ketela.

“Pengembangan dari (riset) universitas terus kita lanjutkan, dan terus ktia tingkatkandengan berbagai perencanaan,” kata dia.

Budiman menyinggung sejumlah riset yang tengah dilakukan TNI Angkatan Darat lainnya. Diantaranya, riset pengembangan solar cell, serta satelit. Dia menolak membeberkan rincian riset yang tengah dikembangkan dengan alasan masih dirahasiakan.

“Mudah-mudahan ke depan kalau nanti sudah settle , saya sudah lapor pimpinan tentang penemuan terakhir, baru berani ekspose,” kata dia. (Baca: Kapal Cepat Rudal Buatan Indonesia Rampung)

Dia mengatakan, institusinya sudah berkonsultasi dengan BPK serta KPK untuk penggunaan beragam hasil riset itu untuk memenuhi kebutuhan peralatan TNI Angkatan Darat.

“Ini gak ada urusan politiknya. Bagi kami, betul-betul mau bangun negara ini,” kata Budiman.

Dia mengklaim, salah satu hasil riset tersebut sukses memangkas pengeluaran institusinya. Dia mencontohkan salah satunya berhasil memangkas biaya pembuatan selembar peta ditekan hingga 1 persen biaya sebelumnya.

“Kita niatnya untuk membangun Angkatan Darat yang keren,” kata Budiman.

AHMAD FIKRI
JAKARTA – Rencana akuisisi yang dilakukan PT Elnusa Tbk (ELSA) terhadap perusahaan pengolahan biodiesel ditargetkan rampung tahun ini. Seperti diketahui, perseroan menyiapkan USD10 juta hingga USD15 juta untuk akuisisi tersebut.

“Akuisisi biodiesel kita masih tunggu, mudah-mudahan tahun ini,” kata VP Corporate Finnance Aditya Dewobroto usai RUPTS di Ritz Carlton Jakarta, Jumat (9/5/2014).

Dia menambahkan, rencana tersebut merupakan rencana jangka panjang yang dilakukan perseroan. Perseroan berencana membangun pabrik pengolahan biodiesel, namun pembangunannya memerlukan waktu yang cukup lama.

Sekadar informasi, perseroan membentuk joint venture dengan perusahaan perkebunan untuk mengembangkan bisnis biodiesel. Daerah yang akan dikembangkan adalah Sumatera Selatan.

Elnusa akan menjalin kemitraan dengan lima perusahaan kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhan bahan baku di perusahaan biodiesel. Dana ini akan dialokasikan untuk pengembangan bisnis drilling and oilfield services sebesar Rp550 miliar.

Selain itu, Elnusa juga akan mengembangkan skema pembiayaan melalui project finance. Sebelumnya, perseroan menandatangani perjanjian pinjaman dengan Bank of Tokyo.

http://economy.okezone.com/read/2014/05/09/278/982549/pembelian-perusahaan-biodiesel-oleh-elnusa-rampung-tahun-ini

Sumber : OKEZONE.COM
PRODUSEN MINTA PEMERINTAH TINJAU HARGA TENDER BIODIESEL
Oleh Cipto – Rubrik Energi
18 Maret 2014 08:31:00 WIB

WE Online, Jakarta – Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) meminta pemerintah untuk mengkaji ulang harga tender biodiesel guna menyelamatkan investasi di sektor industri bahan bakar nabati tersebut yang tertunda pada tahun ini akibat tidak ekonomisnya harga tender biodesel Pertamina.

Ketua Harian Aprobi Paulus Tjakrawan di Jakarta, Senin (17/3/2014) mengatakan beberapa perusahaan berencana menghentikan sementara investasinya karena tidak ekonomisnya formula harga tender biodiesel yang ditawarkan Pertamina.

“Total investasi yang tertunda sampai tahun ini diperkirakan 700 ribu kiloliter (kL). Padahal dengan tambahan investasi ini diharapkan total kapasitas produksi biodiesel mencapai 6,3 juta kl,” katanya.

Investor tersebut berencana menambah kapasitas di beberapa wilayah seperti Kalimantan, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan.

Menurut Paulus Tjakrawan, tahun ini tidak akan ada penambahan kapasitas produksi biodiesel setelah penghentian sementara invetasi tersebut.

Sampai tahun 2013, jumlah kapasitas produksi terpasang industri biodiesel sebesar 5,6 juta kL.

“Banyak yang menghitung kembali investasi biodiesel tahun ini. Tapi, kami harapkan investor tidak melarikan modalnya ke luar negeri,” katanya.

Sekjen Aprobi, Togar Sitanggang mengatakan, secara umum harga biodiesel sekarang ini kurang kondusif bagi perusahaan biodiesel. Penyebabnya, tambahnya, formula harga MOPS (Mean Oil Platt Singapore atau harga rerata transaksi bulanan minyak di pasar Singapura) solar maksimal yang dipakai Pertamina tidak memperhitungkan harga CPO yang menjadi bahan baku biodiesel.

Seperti sekarang ini, harga CPO sudah di kisaran 880 dolar AS per ton ditambah dengan biaya olah sebesar 150 dolar AS per ton sehingga total biaya pokok produksi mencapai 1.050 dolar AS per ton.

Itupun biaya transportasi masih ditanggung oleh produsen, tambahnya, sedangkan, harga MOPS solar sekitar 888,3 dolarAS per ton.

“Dengan harga ini jelas kami rugi karena CPO sebagai bahan baku, harganya sudah lebih tinggi dari MOPS solar. Selain itu, muncul ketidakpastian,” kata Togar Sitanggang.

Paulus Tjakrawan mengatakan pada 2013 Pertamina memakai Harga Indeks Pembelian (HIP) sebagai rujukan harga pembelian biodiesel dari produsen yang mengacu kepada Harga Patokan Ekspor (HPE) yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan setiap bulannya.

“Tetapi mulai tahun ini digunakan harga tender yang menimbulkan ketidakpastian bagi perusahaan biodiesek,” katanya.

Asosiasi meminta tim perumus harga biodiesel yang berasal dari unsur pemerintah supaya mengkaji lagi harga biodiesel.

Paulus Tjakrawan menyatakan produsen tidak keberatan Pertamina memakai MOPS solar asalkan hanya ditujukan kepada biodiesel bersubsidi atau Public Service Obligation (PSO).

Tapi untuk biodiesel non subsidi, idealnya kata Paulus, digunakan harga komersial yang wajar dan ekonomis.

Pada 2014, asosiasi produsen biofuel memproyeksikan total produksi biodiesel mencapai 5,2 juta kL yang mana untuk memenuhi kebutuhan domestik sebesar 3 juta kL dan ekspor 2,2 juta kL. (Ant)

Foto: sawitindonesia.com
Pertamina dan PTPN IV kerjasama kembangkan biofuel
Oleh Agustinus Beo Da Costa – Senin, 03 Februari 2014 | 16:44 WIB

kontan

JAKARTA. PT Pertamina (Persero) dan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) sepakat untuk ber­sinergi mengembangkan bis­nis biofuel terintegrasi.

Penan­datanganan kesepakatan dilakukan oleh Direktur PIMR Per­ta­­­­mina M. Afdal Bahaudin dan Direktur Perencanaan & Pengembangan Bisnis PTPN IV Memed Wiramihardja di Jakarta baru-baru ini.

Kerjasama kedua perusahaan akan diawali dengan pelaksanaan studi bersama untuk pengembangan bisnis biofuel terintegrasi, yang sejalan dengan visi Pertamina sebagai Perusahaan Energi Kelas Dunia. Studi bersama dilakukan untuk mengkaji nilai keekonomian bisnis biofuel kedua perusahaan.

“Pada tahap awal, kapasitas produksi biofuel akan dimulai pada level 10 ribu barel per hari. Dengan kerjasama ini, menunjukkan bukti komitmen perusahaan terhadap upaya pemanfaatan sumber daya energi terbarukan di dalam negeri sehingga impor BBM dapat dikurangi,” tutur Afdal Bahaudin di Jakarta Senin (3/2).

Dalam kerja sama ini PTPN IV dengan dukungan Pertamina akan mengintegrasikan bisnis hu­lu dan hilir perkebunan sawit. Indonesia, tutur Memed, menyimpan potensi besar untuk memenuhi ke­­butuhan energi nasional melalui pro­duksi biofuel.

Karena itu, untuk memini­malisir risiko bisnis karena fluktuasi harga, Memed mengusul­kan pembentukan satu anak perusahaan yang bergerak dari hulu (kebun) sampai ke hilir (produk akhir). “Sehingga nanti produknya bu­kan crude palm oil (CPO), te­tapi green diesel atau biofuel,” ujarnya.

Menurut Memed, studi bersama yang akan dibuat akan menga­rah pada pembentukan anak perusahaan tersebut. Diperkirakan studi bersama se­lesai pada April 2014, dan jika disepakati bersama, Juni 2014 sudah bisa dieksekusi.
Saat ini, produksi CPO PTPN IV mencapai sekitar 2.500 ton per hari. Diperkirakan, dalam 10 tahun ke depan, produksi CPO PTPN IV mencapai 3.500 ton per hari.
Editor: Hendra Gunawan
Tender biodiesel Pertamina gagal capai target
Oleh Handoyo, Fitri Nur Arifenie – Kamis, 02 Januari 2014 | 10:20 WIB
kontan

JAKARTA. Pelaksanaan tender pengadaan biodiesel yang dilakukan PT Pertamina (Persero) untuk kebutuhan tahun 2014 ini gagal total. Bayangkan saja, dari jumlah kebutuhan biodiesel yang ditenderkan yajbu 6,6 juta kiloliter (KL), PT Pertamina hanya bisa memperoleh 18% saja, yakni cuma 1,126 juta KL.
Kepada KONTAN, Selasa (31/12/2013), Bambang Suyitno, Investor Relation PT Eterindo Wahanatama Tbk menengarai, minimnya hasil tender karena para produsen biodiesel tidak bisa mengikuti ketetapan harga tender.
Pasalnya, dalam tender tersebut, para produsen harus menawarkan biodiesel di bawah harga solar impor atau mean of platts singapore (MOPS) minus alpha. Padahal, berdasarkan data selama empat tahun terakhir ini, harga MOPS solar selalu di bawah harga biodiesel.
Harga ini juga yang selama ini dipakai referensi HPE oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan ESDM untuk harga indeks pembelian biodiesel oleh Pertamina. Alhasil, dengan patokan harga itu, banyak produsen biodiesel tidak mau mengikuti tender pengadaan biodiesel.
Meski tak menyebutkan nama perusahaan-perusahaan yang menang, Bambang bilang, Eterindo termasuk salah satu pemenang tender di kluster 13, dengan mengajukan harga MOPS minus sesuai dengan syarat Pertamina. “Soal, jumlahnya yang pasti, saya belum mendapatkan angkanya,” papar Bambang.
Dalam tender yang dilakukan Pertamina tersebut, emiten berkode saham ETWA hanya mengikuti di satu kluster saja. Hal tersebut dilakukan karena perhitungan harga yang kurang menguntungkan.
Walau merugi, Eterindo mengaku berkomitmen untuk mensukseskan program pemerintah untuk penggunaan campuran biodiesel dalam campuran bahan bakar.
Bambang menaruh harap akan ada perubahan harga. “Ada kabar akan ada pembicaraan Aprobi (Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia), ESDM, Pertamina serta stakeholders lainnya untuk membicarakan langkah lanjutan dari gagalnya tender kemarin,” kata Bambang.
Selain Eterindo, perusahaan lain yang ikut dalam tender biodiesel adalah Wilmar Bioenergi Indonesia dan Wilmar Nabati Indonesia. Dua perusahaan di bawah Wilmar Group itu siap menyuplai biodiesel di beberapa wilayah seperti Sumatera, Jawa dan Bali.
Namun, Johannes, Corporate Legal Wilmar Group mengatakan, pelaksanaan tender Pertamina masih belum final. “Hasil keputusan akan di-bid (tawar) ulang karena informasi kurang pas yang kami terima,” ujar dia.
Tender ulang
Dadan Kusdiana, Direktur Bioenergi, Direktorat Jenderal (Ditjen) Energi Baru dan Terbarukan (EBTKE) mengatakan tender biodiesel Pertamina akan kembali diulang lantaran ada beberapa daerah yang belum siap.
Menurutnya, di tahun 2014, penyerapan bahan bakar nabati ditargetkan mencapai 4,02 juta KL. Bila dibandingkan tahun 2013, target tersebut meningkat dibandingkan dengan target tahun ini yang hanya sebesar 1,06 juta KL.
Ali Mundakir, juru bicara PT Pertamina mengatakan, tidak semua tender biodiesel diulang. Menurut dia ada sembilan kluster yang sudah ada pemenangnya dengan jumlah volume tender 1,2 juta KL. “Dari target sebanyak 5,3 juta KL, sisanya akan kita tender ulang,” kata Ali tanpa menjelaskan perubahan jumlah volume biodiesel yang akan ditenderkan ulang itu.
Menurut Ali, pengulangan tender biodiesel sebesar 4,1 juta KL lantaran produsen biodiesel tidak menyerahkan harga sesuai dengan harga tender yang ditetapkan oleh Pertamina. “Sebagai pembeli kita mau harga semurah-murahnya,” kata dia.
Editor: Hendra Gunawan
KAMIS, 28 NOVEMBER 2013 | 01:50 WIB
Biofuel Indonesia Resmi Kena Bea Masuk Tambahan

TEMPO.CO, Jakarta – Uni Eropa resmi menetapkan bea masuk tambahan terhadap beberapa perusahaan eksportir biofuel asal Indonesia. Bea masuk tambahan itu ditetapkan setelah perusahaan-perusahaan tersebut dituduh menjual produk mereka di bawah harga pasar (dumping).

“Tanggal 26 November kemarin, Uni Eropa mengeluarkan tuduhan resmi bahwa perusahaan-perusahaan biofuel Indonesia telah menerapkan kebijakan harga dumping,” kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi di Jakarta, Rabu, 27 November 2013.

Atas tuduhan itu, kata Bayu, Uni Eropa kemudian menerapkan anti-dumping duty kepada beberapa perusahaan produsen biofuel Indonesia. Di antara perusahaan-perusahaan tersebut adalah: PT Ciliandra Perkasa 8,8 persen, PT Musim Mas 18,3 persen, PT Pelita Agung 16,8 persen, PT Wilmar 23,3 persen dan perusahaan lainnya antara 20,1-23,3persen.

Bayu menyatakan, jajarannya di Kementerian Perdagangan dan asosiasi produsen biofuel Indonesia menganggap keputusan Uni Eropa ini sebagai hal yang tidak berdasar dan tidak dapat diterima. “Indonesia akan fight,” ujarnya.

Menurut Bayu, langkah yang disiapkannya kini kemungkinan adalah banding ke pengadilan di Eropa dan membawa hal ini di dispute settlement WTO.

Bagaimanapun, Bayu menyatakan, kalau sampai tarif yang dikenakan oleh Uni Eropa berdampak buruk bagi ekspor biofuel secara keseluruhan, pemerintah telah mengantisipasinya dengan mendorong konsumsi biofuel di dalam negeri. September 2013 lalu misalnya, PT Pertamina (persero) resmi membuka tender pengadaan fatty acid methyl ester (FAME) sebanyak 6,6 juta kiloliter sebagai bahan campuran solar.

Hambatan perdagangan untuk produk biofuel Indonesia di pasar Eropa bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya, pada November 2012 lalu, pemerintah Indonesia juga sempat dituduh memberi subsidi untuk produksi biofuel. Setelah berjalan hampir satu tahun, pernyelidikan itu dihentikan pada Oktober 2013 karena kurangnya barang bukti.

PINGIT ARIA
RABU, 13 NOVEMBER 2013 | 16:43 WIB
Produksi Biodiesel Diperluas ke Indonesia Timur

TEMPO.CO, Jakarta – Pemerintah berencana membangun industri bahan bakar nabati di Indonesia timur. Menurut Direktur Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Dadan Kusdiana, hal ini dilakukan karena selama ini pemanfaatan biodiesel di wilayah tersebut masih rendah.

“Produksi dan distribusi biodiesel pun terkonsentrasi di bagian barat,” kata dia dalam rapat koordinasi implementasi mandatori bahan bakar nabati, Rabu, 13 November 2013.

Menurut Dadan, saat ini tengah berlangsung pembangunan pabrik biodiesel di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Selain fasilitas produksi, Kementerian Pertanian dan Kementerian Kehutanan turut berperan menyediakan bahan baku dalam bentuk perkebunan energi. “Selain itu, masih perlu infrastruktur distribusi dan transportasi,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Paulus Tjakrawan, mengatakan kapasitas terpasang pada industri pengolahan biodiesel mencapai 5,6 juta kiloliter per tahun. Sementara kapasitas terpasang untuk bioetanol sebesar 416 ribu kiloliter per tahun.

Namun realisasi produksinya masih belum optimal. Paulus mencontohkan, pada 2012, realisasi produksi biodiesel hanya mencapai 2,2 juta kiloliter atau 39,2 persen dari kapasitas. Hingga Oktober 2013, produksi biodiesel baru sebesar 1,6 juta kilo liter.

Menurut Paulus, rendahnya produksi biodiesel disebabkan perilaku produsen yang hanya mempertimbangkan harga patokan. Selain itu, kegiatan produksi juga belum menyebar dengan merata. “Produksi bahan bakar nabati selama ini hanya di Sumatera dan Jawa.”

AYU PRIMA SANDI
BRI Dukung Pembiayaan Pengolahan Biofuel

Oleh: Wiyanto
ekonomi – Rabu, 6 November 2013 | 19:30 WIB

INILAH.COM, Jakarta – PT Bank Perkreditan Rakyat (BRI) akan mendorong kredit penyaluran kredit ke sektor pengolahan biofuel. Dukungan tersebut untuk membantu terlaksananya program mandatory penggunaan biofuel.

Direktur Utama BRI Sofyan Basyir mengatakan penyaluran kredit ke produksi biofuel merupakan pergeseran dari hanya penyaluran kredit di sektor hulu. “Kami mendukung sepenuhnya antara lain sawit begeser ke biofuel,” ujar Sofyan usai rapat koordinasi Kredit Usaha Rakyat di Kementerian Koordinator Perekonomian, Rabu (6/11/2013).

Menurut Sofyan sudah seharusnya crude palm oil atau kelapa sawit dihilirisasi. Kalau hilirisasi berjalan tentunya akan sangat membantu mengurangi impor solar. “Kalau sawit ditanam produksinya untuk bahan bakar nabati nantinya penggunaan bahan bakar minyak fosil bergeser ke biofuel,” jelas Sofyan.

Menurut Sofyan hilirisasi kelapa sawit menunjukan komitmen Indonesia menciptakan hasil sawit yang ramah lingkungan. “Ini produk renewable dan ramah lingkungan itu bagus,” katanya.
Biodiesel Transportasi Capai 7,2 Juta Kiloliter
Oleh Rangga Prakoso dan Retno Ayuningtyas | Jumat, 25 Oktober 2013 | 8:22
investor daily
JAKARTA – Penggunaan biodiesel untuk transportasi akan mencapai 7,2 juta kiloliter (kl) pada 2015, meningkat dari sekitar 600 ribu kl tahun ini. Tambahan 6,6 juta kl tengah dilelang Pertamina untuk tahun 2014-2015. Jika upaya ini terwujud, impor solar akan terpangkas US$ 5,2 miliar dan defisit neraca perdagangan RI akan menurun signifikan.

Bahan bakar nabati (BBN) itu digunakan sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Selain transformasi energy fosil ke terbarukan, kebijakan ini bertujuan mengurangi impor BBM yang besar, untuk menurunkan defisit transaksi berjalan maupun defisit neraca perdagangan. Hal ini merupakan pelaksanaan paket kebijakan ekonomi makro yang dikeluarkan Agustus lalu, guna mencegah memburuknya perekonomian nasional menyusul merosotnya rupiah dan pasar saham.

Sebagai pemasok BBM, PT Pertamina memiliki kekuasaan dan peran besar dalam menyukseskan pengalihan penggunaan subsidi BBM ke biodiesel yang diproduksi dalam negeri. Hal ini juga sesuai peraturan mandatori biodiesel 10% yang diberlakukan sejak September 2013 di Jawa, Bali, Sumatera, dan Kalimantan. Sedangkan wilayah lain menyusul pada Januari 2014.

Selain Pertamina, PT PLN menargetkan seluruh pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) di Indonesia menggunakan campuran BBN. Saat ini, konsumsi BBM PLTD sebanyak 1,1-1,65 juta kl atau 20-30% dari total konsumsi BBM PLN. Langkah BUMN itu diapresiasi karena akan memperbesar pemakaian biodiesel yang masih kecil, sekitar 601.036 kl periode Januari- September tahun ini. Sedangkan realisasi BBM bersubsidi sudah sekitar 34,3 juta kl, atau 71,5% dari total kuota BBM bersubsidi tahun ini 48 juta kl.
Program Biodiesel, akan tingkatkan konsumsi sawit
Oleh Hendra Gunawan – Rabu, 16 Oktober 2013 | 18:58 WIB

JAKARTA. Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun menegaskan kebutuhan minyak kelapa sawit dalam negeri bakal meningkat. Hal itu terkait dengan program pemerintah untuk menggunakan biodiesel sebagai salah satu bahan campuran untuk bahan bakar minyak (BBM) jenis solar.
Derom menjelaskan tahun lalu konsumsi minyak kelapa sawit yang dijadikan biodiesel mencapai 669.000 kiloliter. Pada pertengahan tahun ini konsumsi minyak kelapa sawit yang dijadikan biodiesel sudah mencapai 400.000 kiloliter.
“Tahun ini akan meningkat, bisa 800 ribu kiloliter atau lebih,” ujar Derom saat jumpa pers Palm Oil Industry Development Conference 2013, Rabu (16/10).
Derom menambahkan produksi minyak kelapa sawit Indonesia ditargetkan mencapai 27 juta ton pada tahun ini. Sedangkan realisasi produksi minyak kelapa sawit hingga bulan September sudah mencapai 25,7 juta ton 1 tahun. “Tahun ini produksi bisa 27 sampai 28 juta ton,” ungkap Derom.
Selain dari biodiesel, kebutuhan minyak kelapa sawit juga didukung oleh kebijakan pemerintah yang mengurangi bea masuk. Dengan begitu, harga jual minyak kelapa sawit untuk pemasukan negara juga menjadi faktor pertambahan kebutuhan minyak kelapa sawit.
“Misalnya harganya lebih bersaing daripada produk yang datang dari negara lain karena bea masuk berkurang,” jelas Derom. (Tribunnews.com)
Perkebunan Kelapa Sawit Dapat Order Biofuel

Oleh: Wiyanto
ekonomi – Senin, 30 September 2013 | 15:47 WIB

INILAH.COM, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan, perkebunan kelapa sawit akan mendapatkan order biofuel.

Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Bambang Brojonegoro mengatakan perusahaan perkebunan kelapa sawit dapat menggenjot produksi agar orderan yan nantinya diterima dapat dipenuhi dengan baik. Kalau orderan tidak dapat dipenuhi tentunya akan berpengaruh terhadap pasokan biofuel.

“Hal yang penting mereka perusahaan perkebunan kelapa sawit mendapatkan orderan untuk biofuel,” ujar Bambang di Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (30/9/2013).

Menurut Bambang, dengan adanya orderan kelapa sawit, pihak perkebunan dapat memastikan pasokan ke Pertamina selaku koordinator proyek biofuel. Seluruh pelaku industri biofule akan menegikuti orderan proyek di Pertamina. Oleh sebab itu pasokan produksi kelapa sawit jangan sampai menurun. “Kita berharap perkebunan kelapa sawit dapat berproduksi dengan baik untuk mensuplai,” kata Bambang.

Bambang menyebutkan untuk biofuel sebenarnya telah mendapatkan insentif sebelum adanya mandatory biofule 10%. Insentif sifatnya membantu usaha biofuel agar dapat berjalan dengan baik. Nilai insentif sebesar Rp3500 per liter. “Soal insentif kita sudah kasih ko dari dulu sebesar Rp3500 per liter,” kata Bambang. [hid]
BBM Biodiesel 10% Telah Tersalur ke 814 SPBU
Senin, 23 September 2013 11:04 wibDani Jumadil Akhir – Okezone

JAKARTA – Guna menjalankan salah satu paket kebijakan pemerintah yakni pemanfaatan crude palm oil (CPO) sebagai campuran dalam bahan bakar minyak (BBM) atau dikenal sebagi biodiesel. Biodiesel ini dicampurkan dengan Solar bersubsidi dan Solar non subsidi untuk kebutuhan industri.

Operational head Terminal BBM Jakarta Group Abdul Rachim menjelaskan, Solar yang telah mengandung biodiesel 10 persen tersebut, didistribusikan ke 814 SPBU di Jabodetabek.

Menurutnya, mandatori penggunaan BBN 10 persen untuk Solar subsidi dan 5 persen untuk Solar nonsubsidi, tidak akan menjadi masalah. Selama ini, Pertamina telah menerapkan sejak lama.

“Tinggal meningkatkan kandungan bahan bakar nabati (BBN)-nya saja menjadi 10 persen untuk Solar subsidi. BBN untuk industri juga ditingkatkan menjadi 5 persen,” ungkap Abdul di Jakarta, Senin (23/9/2013).

Menurut Abdul, untuk menyimpan biodiesel, Terminal BBM Plumpang telah menyediakan dua tangki khusus yang masing-masing berkapasitas 10.000 KL. Sementara untuk proses pencampuran Solar dan BBN, Pertamina telah memiliki infrastruktur yang canggih, sehingga pencampuran tidak dilakukan secara manual. “Kami siap 100 persen melaksanakan mandatori BBN,” tegas Abdul.

Sebagaimana diketahui, Permen ESDM No 25 tahun 2013 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga BBN Sebagai Bahan Bakar Lain, menyatakan bahwa badan usaha pemegang izin niaga BBM, wajib mencampur BBN sebagai bahan bakar lain dan menyediakan fasilitas pencampuran serta menjamin distribusi di dalam negeri.

Terminal BBM Jakarta Group atau yang dikenal dengan Terminal BBM Pertamina Plumpang, setiap harinya menyerap biodiesel (fatty acid methyl ester/FAME) sekitar 500 kiloliter (kl) atau sekitar 15.000 kl per bulan. ()
Asosiasi Biofuel Dukung Kebijakan 10% Biodiesel
Selasa, 17 September 2013 23:31 wibSudarsono – okezone

JAKARTA – Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengatakan, produsen biofuel juga mendukung upaya pemerintah guna mencapai bauran 10 persen biodiesel.

“Produksi biodiesel kami juga siap untuk mendukung upaya tersebut,” katanya di Jakarta, Selasa (17/9/2013).

Dia mengatakan, saat ini Aprobi sedang bekerjasama dengan Kementerian ESDM guna mendapat formula harga dan pengaturannya yang dapat diterima semua pihak dan tidak menghambat pengembangan bahan bakar nabati (BBN).

Kebijakan mandatori penggunaan 10 persen biodiesel untuk dicampur dengan solar diputuskan pemerintah sebagai salah satu paket kebijakan pemerintah untuk meredam gejolak nilai tukar Rupiah.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, dengan konsumsi solar yang mencapai 35 juta kiloliter per tahun, mandatori penggunaan 10 persen biodiesel untuk dicampur dengan solar akan menyerap sekitar 3,5 juta kiloliter biodiesel. ”Ini berasal dari CPO,” ujarnya.

Menurut Hatta, konsumsi solar di Indonesia memang tinggi. Selain sektor transportasi untuk kendaraan umum dan pribadi, solar banyak dikonsumsi sektor industri. ”Untuk transportasi sekitar 17,5 juta kiloliter, sedangkan industri 17,5 juta-18 juta kiloliter,” katanya.

Mandatory untuk mencampur BBM jenis solar dengan biodiesel dengan komposisi campuran 10 persen merupakan strategi untuk menekan impor solar yang terus naik. (Sudarsono/Koran SI/wdi)
Lelang Biofuel Siap Diberlakukan
Kamis, 12 September 2013 17:34 wibPetrus Paulus Lelyemin – Okezone

JAKARTA – Pemerintah memastikan lelang biofuel sebesar 10 persen dalam campuran solar siap untuk diberlakukan di Pertamina pada bulan September ini. Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa ketika diwawancarai seusai Pembukaan Rakornas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Tahun 2013 di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan Jakarta, Kamis (12/9/2013).

“September ini kita bisa yakinkan untuk Public Service Obligation (PSO) 100 persen akan dapat dipenuhi,” ujar Hatta.

Selain itu, Hatta mengungkapkan dari rapat koordinasi yang dilangsungkan pagi tadi diketahui bahwa produk kebijakan pemerintah yang lahir dari roadmap 4 paket kebijakan mayoritas sudah tuntas dan siap diimplementasikan semua.

“Dari laporan tersebut rata-rata seluruh produk kebijakan berupa peraturan, baik di tingkat menteri maupun pemerintah lainnya sudah tuntas,” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, Hatta sendiri sudah menyatakan bahwa kewajiban penggunaan biofuel sebesar 10 persen dalam bahan bakar solar akan banyak bermanfaat. Salah satunya akan menghemat impor solar sebesar USD3,5 miliar atau 3,5 juta kiloliter (KL) dari angka total impor solar sebesar 35 juta KL (USD35 miliar).

“Dengan penerapan biofuel sebesar 10 persen ini kita bisa kurangi impor solar sebesar 3,5 juta KL atau USD3,5 miliar, ini sudah kita rampungkan,” ulang Hatta.

Sementara itu disisi lain, kebijakan ini akan membantu perkebunan sawit rakyat dan para pengusaha lokal. Pasalnya permintaan Crude Palm Oil (CPO) dari luar negeri menurun. Sehingga kebijakan meningkatkan campuran biofuel menjadi 10 persen dalam solar ini diyakini akan banyak membantu. (wan) (wdi)

Kembangkan Biodiesel, Elnusa Investasi US$ 30 Juta

Posted on September 10, 2013 by Lila Intana
SWA
Perusahaan jasa energi, PT Elnusa Tbk. menyiapkan investasi sekitar US$ 20-30 juta untuk mengembangkan energi biodiesel. Investasi ini sebagai upaya perseroan menangkap peluang terkait program pengembangan biodiesel pemerintah.
Direktur Utama PT Elnusa, Elia Massa Manik, mengatakan, investasi tersebut nantinya akan digunakan untuk pabrik beserta teknologinya serta penyediaan bahan baku biodiesel berupa CPO/kelapa sawit.

Investasi tersebut diambil dari total belanja modal yang dipersiapkan Elnusa untuk periode empat tahun sebesar US$ 390 juta.

Elia mengaku, sudah ada beberapa tawaran yang mengajak Elnusa bekerjasama, tapi ada beberapa hal yang harus diperhitungkan. Pengembangan biodiesel ini harus memperhitungkan faktor ketersediaan bahan baku mentah, teknologi, serta pengembangan lokasi yang harus dekat dengan konsumen.

“Saat ini tengah dijalankan studi terkait pengembangan biodiesel tersebut. Kami harus pastikan ketersediaan raw materialnya dulu. Kami kan bukan pemain kelapa sawit. Kalau dari sisi teknologi biodiesel ini tidak begitu tinggi, jadi sudah ada tersedia teknologi, tapi kalau raw material itu adalah tantangan tersendiri buat kami,” paparnya.

Elia menilai pasar biodiesel lebih berpotensi karena permintaannya juga tinggi. Untuk itu, dia optimis akan bisnis biodiesel Elnusa.

Sementara itu terkait core bisnis yakni jasa minyak dan gas, anak usaha PT pertamina (Persero) ini menganggarkan investasi sebesar US$ 200 juta. Jika dulunya klien mereka hanya Pertamina, Pertamina EP dan Chevron, Elia mengaku sudah mengadakan pembiacaraan serius dengan calon klien yakni British Petrolium, Exxon dan Conoco Philips.

Bagi Elia, yang lebih penting untuk dipersiapkan untuk menyambut klien-klien baru yakni memastikan SDM yang mumpuni.

“Tahun ini kami buat Tahun SDM (Year of HR). Tahun ini kami juga menyewa new young blood dari berbagai universitas di Indonesia. Mereka akan mengikuti pendidikan kami 3-9 bulan, supaya kami memastikan jika ada klien baru kami bisa deliver quality dan time nya dengan baik. Itu rahasianya servis company, jangan sampe nambah kerjaan malah jadi nambah petaka, dapat kontrak 10 juta, ruginya 30 juta,” tutupnya. (EVA)
Pertamina Klaim 70% Solarnya Sudah Mengandung 10% Biodiesel
Sri Mas Sari – Kamis, 12 September 2013, 10:16 WIB
Bisnis.com, JAKARTA –PT Pertamina (Persero) menyatakan 70% solar yang terdistribusi saat ini sudah mengandung 10% biodiesel, sesuai dengan aturan yang diberlakukan sejak 1 September 2013.

Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengatakan 70% solar itu telah didistribusikan di Jawa, Sumatra, dan Kalimantan.

“Kami begitu ada aturan [penggunaan biodiesel] Agustus, 1 September sudah didistribusikan 70% solar dan sudah pakai 10% biodiesel,” katanya seusai rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Perekonomian, Kamis (12/9/2013).

Adapun, kawasan Indonesia timur belum tercakup karena keterbatasan infrastruktur di wilayah itu.

Produsen biodiesel sebelumnya mengungkapkan keterbatasan tanki timbun di kawasan timur Indonesia yang menjadi tantangan kebijakan penggunaan biodiesel.

Keterbatasan tanki timbun memunculkan masalah inefisiensi pengangkutan karena daya angkut kapal melebihi kapasitas tanki timbun. Padahal, pengangkutan biodiesel ke tanki-tanki Pertamina menjadi tanggung jawab produsen bahan bakar nabati itu.

Seperti diketahui, pemerintah mewajibkan pencampuran 10% biodiesel ke dalam solar untuk menghemat impor bahan bakar fosil itu, mengingat konsumsi solar di Tanah Air mencapai 33 juta kiloliter, dan sebagian besar diimpor.

Dengan penurunan impor solar, defisit neraca perdagangan akan menyempit yang diikuti oleh perbaikan transaksi berjalan dan stabilitas nilai tukar rupiah.

Mandatory penggunaan biodiesel 10% berlaku 1 September di Jawa, Sumatra dan Kalimantan. Sementara itu, kewajiban untuk wilayah timur berlaku mulai Januari 2014.

Editor : Nurbaiti
Pekan Depan, Biodiesel untuk Industri Siap Pakai
Rabu, 11 September 2013 21:05 WIB

TRIBUNNEWS.COM JAKARTA, — Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, pemerintah telah menunjuk Pertamina sebagai otoritas blending untuk peningkatan pemanfaatan biodiesel di sektor transportasi, industri, komersial dan pembangkit listrik.
“Pada intinya kami ingin agar program yang dicanangkan presiden segera terealisasi, terutama biodiesel itu tadi sudah kami sampaikan,” kata Hidayat, dalam konferensi pers, di kantor Kementerian Perindustrian, di Jakarta, Rabu (11/9/2013).
Hidayat menuturkan, sebelum memproduksi biodiesel secara massal, pemerintah akan mengkaji tata cara biodisel secara detail. Ia mengatakan pekan depan biodiesel bisa mulai diproduksi massal. “Sebelum diumumkan, akan dicocokkan,” ungkap Hidayat.
Selain itu mengenai kontrak kerja sama penyalur biodiesel, serta HPE, akan ditetapkan oleh Menteri Perdagangan. Hidayat memperkirakan dengan peningkatan penggunaan biodiesel, negara bisa menghemat anggaran untuk energi sebesar 3 miliar dollar AS.
Sebagaimana diketahui, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 25 Tahun 2013. Permen ini mewajibkan peningkatan pemanfaatan biodiesel di sektor transportasi, industri, komersial, dan pembangkit listrik.
Kewajiban mulai dilaksanakan September 2013 ini, hingga akhir tahun. Dengan peningkatan penggunaan biodiesel tersebut, ditargetkan penghematan impor BBM jenis solar sebesar 1,3 juta kl dan tahun 2014 sebesar 4,4 juta kl.
Elnusa siap terjun ke bisnis bahan bakar nabati
Oleh Agustinus Beo Da Costa – Selasa, 10 September 2013 | 21:47 WIB

kontan

JAKARTA. Melihat bisnis biodiesel yang memiliki prospek menjanjikan, perusahaan jasa energi PT Elnusa Tbk, berencana terjun ke bisnis bahan bakar nabati ini.
Menurut Elia Massa Manik, Direktur Utama PT Elnusa, pihaknya kini tengah mengkaji pengembangan biodiesel sesuai dengan harapan pemerintah, yakni menjadi bahan campuran ke bahan bakar solar. “Saat ini, kami masih tahap studi dan harus prudent,” katanya, Senin (9/9).
Saat ini, sudah ada tawaran kerja sama dari beberapa pihak. Namun, anak usaha Pertamina ini masih mempertimbangkan dua hal, yakni sumber bahan baku dan pasar. Apalagi, selama ini, Elnusa bukan berkecimpung di bisnis kelapa sawit yang menjadi bahan baku biodiesel. Untuk itu, mereka akan memperhatikan pasokan bahan baku ini.
Soal peta pasar, sebetulnya permintaan biodiesel sudah cukup tinggi. “Asalkan teknologinya tidak tinggi dan tersedia,” lanjutnya.
Untuk pengembangan proyek ini, Elnusa sudah menyiapkan investasi US$ 20 juta sampai US$ 30 juta. Nilai ini sangat tergantung dari kapasitas pabrik biodisel yang akan dibangun. Meski begitu , Elnusa belum menentukan lokasi dan kapasitas pabrik biodisel tersebut.
Nilai investasi tersebut merupakan bagian dari belanja modal yang disiapkan Elnusa selama empat tahun terakhir yang sebesar US$ 390 juta.
Dalam rencana kerja dan anggaran perusahan ditetapkan bahwa anggaran untuk pengembangan jasa energi sebesar 40% dari belanja modal. Sedangkan sisanya, 60% untuk jasa migas yang merupakan bisnis utama Elnusa saat ini.

Sementara itu Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan mengatakan, dalam kunjungannya ke Kazakstan beberapa waktu lalu, dia menawarkan dua kerja sama dengan pemerintah dan dunia usaha di sana.
Kerjasama pertama terkait dengan industri liquified natural gas (LNG). Sedangkan kerjasama kedua soal pengeboran.” Untuk itu, saya harus mengajukan proposal kepada mereka,” ujar Karen.
Nah, proyek pengeboran atau drilling ini akan ditangani oleh PT Elnusa dan PT Pertamina Drilling Service Indonesia (PDSI). Kerja sama ini bukan saja untuk pengeboran di Kazakstan, tetapi juga untuk penetrasi pasar pengeboran di Indonesia.
Menurut Karen, dari jumlah sumur yang dibor untuk keperluan eksplorasi maupun pengembangan di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sangat besar. “Namun yang didapat Elnusa kurang dari 10%. Jadi masih banyak yang harus dikerjakan,” ucapnya.
Sekedar informasi, dari Januari sampai Agustus 2013, Elnusa sudah meneken kontrak kerja baru senilai US$ 105 juta, terutama dari jasa seismik. Nantinya, kontrak ini akan dialihkan ke tahun 2014 karena sebagian besar merupakan kontrak jangka waktu lima tahun. “Dulu rata-rata kontrak kami satu tahun sampai tiga tahun, tapi kini bisa lima tahun,” kata Elia

Elnusa Bangun Pabrik Biodiesel di Merak
7 Agustus 2006. admin jasa raharja
Produk yang akan dihasilkan dari pabrik di Merak ini berupa biodiesel. Selanjutnya produk biodiesel ini akan dipasok ke PT Pertamina.

“Kami sudah mendapat jaminan dari pihak PT Pertamina untuk memenuhi kebutuhan pasokan biodiesel ini,” ujar Vice President Pengembangan Usaha Elnusa, Ratiyan Abdurahman.

Pabrik yang dibangun di Merak itu berkapasitas sampai dengan 500 ton per hari dan dilaksanakan secara bertahap dalam kurun waktu sekitar tiga sampai empat tahun. Tahap pertama akan dimulai dengan kapasitas 50 ton per hari.

Teknologi yang digunakan untuk memproduksi biodiesel berasal dari Kanada. Untuk tahap pertama dibutuhkan dana sekitar US$4 juta. “April 2007 kami jadwalkan produk tahap pertama mulai bisa dipasarkan, ujar Ratiyan.

Ratiyan mengungkapkan tidak ada masalah dengan bahan baku. Pasalnya, saat ini untuk mendapatkan bahan baku berupa CPO kelas satu sejumlah perusahaan telah menawarkan sebagai pemasok. Hanya mengingat kemampuan atau kapasitas produksi masih terbatas, maka belum bisa semua ditampung sebagai pemasok.

“Untuk awal sengaja kami menggunakan CPO karena ini yang sudah siap di pasar,” katanya.

Bagi Elnuasa, bisnis BBM bukan hal baru. Sebab, Elnusa sudah nermain di bisnis ini sejak lama. dalah satu produk BBM yang telah fipasarkan Elnusa adalah Premix. Oleh sebab itu memproduksi biodiesel bagi Elnusa bukan hal baru.

Menurut Ratiyan, langkah Elusa memasuki bisnis biofuel merupakan bentuk kepedulian perusahaan dalam mendukung program diversifikasi energi. Selain itu secara bisnis, bidang biofuel memiliki peluang yang cukup menarik. “Apalagi lagi potensi CPO maupun Jarak Pagar cukup besar di Indonesia. Jadi kita tertarik untuk mencari peluang usaha dalam bidang ini, ujar Ratiyan. (Sdk/OL-02).

Leave a comment