Pagi ini aku menuliskan kisah perjuangan tim Batutis menyelenggarakan Seminar Parenting. Tentu belum semuanya yang kami ceritakan. Hanya beberapa saja yang terjangkau oleh radarku. Masih banyak cerita perjuangan dari anggota tim lainnya.
H-5 Seminar Parenting, kondisinya cukup menantang. Kami masih kekurangan 30 seat untuk mencapai angka 100. Memang, banyak yang nanya dan berkomitmen mau datang di hari-H saja alias go show daftar on the spot. Kalau dikalkulasi, jumlahnya mungkin sudah mendekati angka 100. Tapi dari sisi kepastian, itu yang belum bisa dipegang.
Ternyata, mengumpulkan 100 orang untuk ikut seminar parenting, bukan perkara mudah juga di Cileungsi. Cerita dari Nurhablisyah mungkin bisa jadi membuat Anda geleng-geleng kepala. Ketika ia menawarkan seminar parenting kepada ibu-ibu komplek yang sedang arisan, serta merta ibu-ibu menawar harganya agar ada diskon. Khas ibu-ibu yang berprinsip ekonomi garis ketat. Seketat ikat pinggang. “Kalau bisa diskon, kenapa tidak?”, begitu prinsipnya kira-kira. Padahal harga tiket seminarnya hanya Rp 50.000, dan masih ditawar lagi.
Kalau boleh dikomparasi, tidak ada seminar yang bisa seharga itu. Apalagi untuk pembicara sarat pengalaman yang sudah malang-melintang hampir 10 tahun di pendidikan kaum dhuafa seperti Bu Siska Massardi. Ia sudah kenyang asam-garam kasus kehidupan yang beragam dari peserta didiknya yang sangat complicated. Core competence beliau di bidang praktek meteode sentra di tataran sekolah dhuafa jadi value yang mahal ilmunya. Bu Siska Massardi membuktikan lewat metode sentra bahwa anak-anak dhuafa, jika dipakaikan tools pendidikan yang biasa dipakai di sekolah mahal, ternyata mereka bisa hebat juga kultural kapital-nya. Kok bisa? Nah, itu ilmu yang aku sebut ilmu mahal. FYI, seminar parenting yang hampir-hampir mirip, biasanya harga tiket ada di kisaran Rp 125.000- Rp 175.000.
Begitu Nurhablisyah tidak laku jualan tiket seminar, serta-merta datanglah tawaran lain kepada ibu-ibu di arisan tersebut, masih di tempat kejadian perkara (TKP) yang sama. “Ibu-ibu, siapa yang mau beli panci?…..” begitu kata seorang agen panci menawarkan dagangannya. Lalu serta-merta ibu-ibu tadi menyemut dan langsung pada beli panci yang harganya di kisaran Rp 150.000 – Rp 200.000-an.
Seminar vs Panci skornya: 0-1. Padahal dengan harga Rp 50.000, seminar itu memberikan banyak keuntungan. Selain sertifikat, snack, copy materi, ada juga goodie bag dari Energen dan Wardah. Kurang apalagi coba? Udahlah Rp 50.000, banyak bonusnya pula. Kalau dihitung sebenarnya panitia menyelenggarakan seminar parenting yang orientasinya bukan mencari untung finansial. Bisa dapat untung darimana margin-nya kalau Rp 50.000 lalu dapat fasilitas bonus sedemikian rupa? Anda bisa hitung sendiri. Itu baru keuntungan jangka pendek. Belum lagi kalau bicara keuntungan jangka panjang, tentu secara keilmuan, ada penambahan wawasan bagi Anda dalam mendidik anak agar terbangun kecerdasan jamaknya. Semangat utama penyelenggaraan seminar parenting ini adalah memperluas pemahaman ayah-bunda, ibu guru dan tenaga pendidik tentang bagaimana belajar bersama di dalam keluarga secara menyenangkan. Basis utamanya memakai tools analisis ilmu metode sentra.
Begitulah realita di masyarakat kita. Ketika isu pendidikan yang seharusnya dilihat sebagai investasi jangka panjang untuk anak dan keluarga besar mereka, justru kalah sama panci. Panci menjadi top priority, sementara pendidikan anak, ada di nomor sekian. Maka, DI SITU KADANG SAYA MERASA SEDIH!!!
Tapi, apakah kesedihan di atas dijadikan alasan untuk menyerah? Tentu tidak. Sebagai orang yang bekerja di tv–dimana kreatifitas adalah modal utama untuk menang– aku malah makin tertantang untuk menaklukkan peserta seminar parenting di masa mendatang. Aku tak ingin menyalahkan ibu-ibu yang cs sama panci. Mungkin saja kami belum mampu mengemas teknik marketing kami dengan lebih menarik. Kami tidak bisa mengontrol faktor eksternal. Kami harus lihat lagi ke internal kami, seberapa siap, seberapa kreatif, seberapa cerdas, seberapa unik, seberapa dahsyat memberitahu acara ini ke khalayak. Di situ “PR” yang sesungguhnya. Kalau kami “lebih menggila” dan “lebih kreatif”, tentu kami bisa mengalahkan panci. Seminar Parenting di Metland ini baru awal dari perjuangan. Once kami sudah dapat pengalaman bagaimana selahnya, apa saja masalah yang akan dihadapi, dan bagaimana alternatif solusi yang bisa dibuat, tentu kami akan jauh lebih siap lagi nanti. Ini baru testing the water, belum apa-apa. Tim kami sangat kecil. Namun dalam waktu kilat sudah bisa dapat sponsor yang branded dan juga banyak yang mau partisipasi memberikan barang/ produk untuk doorprize, tentu itu merupakan catatan prestasi yang menggembirakan juga.
Main Peran
Hari Minggu lalu, aku, Andin, dan Afiqah mencoba menyebarkan flyer ke beberapa tempat. Pertama masjid. Kami pilih masjid Darussalam di Kota Wisata. Alhamdulillah respon orang yang diberi flyer cukup positif. Positif dalam arti apa? Paling tidak, mereka membaca flyernya lalu terlihat antusias. Ada juga yang bertanya balik lebih detail.
Lalu kami pindah ke sebuah cluster yang di depannya sedang ada bazar lelang baju artis. Di sana banyak ibu-ibu yang jualan baju artis, berjilbab, sedang rumpi. Namun, setelah Andin mendekat ke sana, rasanya tak ada chemistry. Orientasi mereka beda. Ditambah seketika itu juga di panggung hiburannya langsung penyanyinya mengajak goyang dumang. Maka, cepat-cepat kami kabur dari sana, sambil aku tutup telinga Afiqah agar tidak kena “lagu racun” itu. Kadang kalau dipikir-pikir secara mendalam, Cita Citata lewat lagunya itu selain merusak logika berpikir, ia juga melakukan kebohongan publik. Perhatikan lirik lagunya:
Ayo goyang dumang
Biar hati senang
Pikiranpun tenang
Galau jadi hilang
Ayo goyang dumang
Biar hati senang
Semua masalah jadi hilang
Kalau kami yang kesulitan mengisi quota peserta seminar parenting, lalu kami bergoyang dumang, rasanya goyang tersebut tidak bisa menyelesaikan masalah. Masalahnya tidak jadi hilang. Ia akan tetap menjadi masalah. Action sesuai kebutuhanlah yang membuat masalah selesai. Cita Citata lewat lagunya mengajak orang untuk lari dari masalah. Ini sesuatu yang tak diajarkan di Batutis Al-Ilmi. Di Batutis, kalau siswa ada masalah, segera selesaikan, segera bicara! Hanya pengecut yang lari dari masalah. Itu yang dinamakan #sikap dan #karakter.
Destinasi berikutnya kami datang ke rumah sakit Hermina. Kami menitipkan flyer di meja resepsionis beberapa gepok. Kami izin terlebih dahulu ke resepsionis, dan ternyata dipersilakan tanpa masalah. Mudah-mudahan ada ibu-ibu yang tepat sasaran yang membacanya.
Selanjutnya kami jalan ke Giant Metland. Kerumunan manusia melimpah-ruah di sana. Maklum, Tgl 1 Maret, gaji baru turun. Banyak ragam manusia di sana. Kami mengamati mana kira-kira tipikal orang yang concern dengan pendidikan anaknya. Kami hanya memberikan flyer kepada orang-orang yang kami yakini merespon positif. Dari sini kami jadi tahu, bahwa waktu terbaik untuk memberikan flyer adalah ketika orang selesai belanja. Kalau kita berikan sebelum belanja, mereka tidak akan fokus. Fokusnya masih di list belanja yang ingin diselesaikan. Tatapannya jadi kosong pas baru datang.
Kami belajar berempati, bagaimana rasanya menjadi penjaja brosur produk di mal-mal. Bagaimana ditolak, didiamkan, dikacangin, atau bahkan direspon dengan positif. Pengalaman yang luar biasa. Main peran yang bermanfaat sore itu bersama manda Andin dan Afiqah.
Terakhir, kami berkunjung ke rumah trio Nurhablisyah, Imam Dermawan, Bang Farzan. Kami datang dalam rangka membahas urusan teknis di hari-H dan persiapan lainnya. Kami bertemu dengan panitia dari TK Salman Al-Farisi. Orangnya gesit juga. Kami berbagi peran kepanitiaan. Meski tim kecil, tapi Insya Allah solid dan banyak yang mau jadi relawan di saat hari-H. Mudah-mudahan lancar hingga akhir eksekusi di hari Sabtu, 7 Maret 2015. Amin.
Menjadi panitia seminar parenting kali ini benar-benar pengalaman yang seru buat keluarga kami. Liburan kami diisi dengan aktivitas marketing keliling. Sesuatu yang beda, dan belum pernah kami jalani sebelumnya. Tekad kami sudah jelas: Kami tak mau kalah sama panci!
Semoga Allah SWT merestui perjuangan kami. Semangat!!
Posted by azinuddinikrh on March 22, 2015 at 6:37 PM
Wah bener, harus tetep semangat bang! Jangan sampai kalah 0 – 2 sama panci lagi hehe..
Mana nih artikel cerita kegiatan hari H-nya? Ditunggu lo bang Aad.. Salam sukses selalu
Posted by Umarat on April 8, 2015 at 10:30 AM
Sip. Nantikan tulisan laporannya ya.