Beranda > Fundamental > Penghukuman Mati Yang Salah

Penghukuman Mati Yang Salah


HUKUMAN MATINegara Eropa kini menjadi kelompok negara penentang hukuman mati yang gencar. Mereka pasti tahu tentang sejarah penghukuman mati masa lalu negara-negara Eropa. Mereka pernah memusuhi Allah sedemikian rupa sehingga menghukum mati orang-orang yang membela kebenaran.

Mereka pernah mencoba menerapkan hukum Taurat padahal bukan Jehovah kepala negara mereka. Dan mereka tidak di dalam zaman ibadah simbolik ritual lahiriah. Pemimpin negara maupun pemimpin gereja di Eropa salah faham tentang ayat-ayat Alkitab.

Penetapan Ibadah Lahiriah

Sejak kejatuhan manusia ke dalam dosa, Allah berjanji akan kirim Juruselamat untuk dihukumkan menanggung dosa manusia. Dosa manusia secara pribadi akan dihitung tertanggung pada Sang Juruselamat apabila manusia tersebut mengaku diri orang berdosa dan beriman kepada Sang Juruselamat yang dijanjikan. Adam, Habel, Henokh, Nuh, Abraham adalah orang-orang yang beriman bahwa Juruselamat akan datang menanggung dosa mereka.

Agar manusia yang lahir berikut tahu akan program Allah untuk mengirim Juruselamat, dan akan ikut beriman, maka Allah memerintahkan pelaksanaan ibadah simbolik untuk menggambarkan pribadi Sang Juruselamat serta proses penyelamatannya yang akan memberi dirinya untuk dihukumkan seperti seekor binatang disembelih atau dikorbankan.

Aturan ibadah simbolik yang sangat sederhana itu diteruskan dari ayah ke anak. Allah mengangkat ayah sebagai imam atas keluarganya dan sebagai yang bertanggung jawab meneruskan kebenaran ibadah simbolik penyembelihan domba di atas mezbah kepada anak-anaknya. Tetapi kebejatan manusia pada zaman Nuh, dan tidak lama sesudahnya, adalah bukti kegagalan mayoritas ayah sebagai imam dan tiang kebenaran. Akhirnya Allah membangun sebuah bangsa, Israel, dan memindahkan posisi ayah yang sebagai tiang kebenaran kepada bangsa Israel, serta keimamatan ayah digantikan dengan keimamatan Harun.

Dalam rangka bangsa Israel sebagai tiang penopang dan dasar kebenaran inilah hukum Taurat diturunkan. Masa bangsa Israel sebagai model bagi semua bangsa dalam menantikan Sang Juruselamat. Ratu dari Negeri Selatan, Sida-sida dari Etiopia adalah contoh pribadi yang mengarahkan pengharapan mereka kepada Sang Juruselamat yang dijanjikan.

Memasuki Zaman Ibadah Hakekat

Setelah menanti sangat lama, akhirnya datanglah si pembuka jalan, yaitu Yohanes Pembaptis. Allah menyatakan bahwa rohnya Yohanes itu roh Elia (Luk.1:17), untuk menggenapi nubuatan Maleakhi 4:5-6 ketika Allah menutup kitab Perjanjian Lama.

Tuhan mengumumkan bahwa saatnya sudah tiba bahwa penyembah Allah yang benar harus menyembah- Nya di dalam roh dan kebenaran (Yoh.4:23), dan Dia membuat pernyataan yang sangat keras bahwa siapa saja yang tidak beribadah lebih benar dari para ahli Taurat dan orang Farisi, tidak mungkin masuk Kerajaan Sorga (Mat.5:20).

Tuhan menutup sistem ibadah simbolik ritual lahiriah, dan menggantikannya dengan sistem rohaniah, hakekat, dengan hati. Sejak saat itu manusia harus beribadah dengan hati, yang artinya terlepas dari sikap postur tubuh, keterikatan tempat dan waktu. Penyembahan sepenuhnya adalah urusan hati bukan lagi urusan badan, oleh sebab itu tidak ada lagi acara beribadah atau tempat beribadah karena ibadah hati terjadi setiap saat dan di setiap tempat. Boleh saja mengadakan perhimpunan jemaat di hari apa saja, dan itu bukan acara ibadah melainkan acara perhimpunan atau pertemuan jemaat, atau acara berjemaat.

John Calvin Salah Besar

John Calvin, pendiri gereja Reformed dan Presbyterian tidak faham akan kebenaran. Ia berusaha mendirikan sistem theokrasi Perjanjian Lama. Ia sangat mengagumi theologi Agustinus yang salah seperti tulisannya The City of God. John Calvin akhirnya ingin menjadikan kota Geneva sebagai the city of God, sebuah kota dengan konsep theokrasi.

Setiap orang yang tidak menyetujui ajarannya diusirnya atau dihukum mati. Doktrin Gereja (ecclesiology) yang diajarkan oleh John Calvin salah total. Terlebih lagi Doktrin Keselamatan (soteriology) Calvin yang disebut TULIP yang sesungguhnya hanya sebuah filsafat karena tidak ada dasar ayat alkitab sama sekali. Satu-satunya yang lumayan dari pengajaran Calvin hanyalah Doktrin Alkitab (bibliology). John Calvin masih percaya bahwa Alkitab adalah satu-satunya Firman Tuhan dan Alkitab adalah kanon tertutup.

Ketetapan hati Calvin menjadikan kota Geneva sebagai The City of God telah memakan banyak korban. Dosa Calvin yang menyolok dan tak bisa dihapuskan ialah penghukuman mati atas Michael Servetus. Michael bukan ana-baptis melainkan seorang unitarian. Saya bukan membela Michael karena ada kesamaan doktrin, melainkan karena saya mengerti prinsip perubahan zaman ibadah simbolik ritual lahiriah ke zaman ibadah hakekat rohaniah yang tidak difahami John Calvin.

Michael Servetus menulis sekitar tiga puluh pucuk surat mengkritik doktrin Calvin dan menantangnya debat di tempat netral. Calvin sama sekali tidak menjawabnya. Suatu hari Michael ada kepentingan ke kota Geneva. Dia tahu bahwa dia dalam bahaya jika ditangkap oleh aparat kota yang dikontrol oleh Calvin, oleh sebab itu dia berusaha secara sembunyi-sembunyi bahkan berkamuflase.

Tetapi ternyata tercium juga oleh Clavin, dan Michael ditangkap. Sudah dapat diduga bahwa segala macam tuduhan yang tidak masuk akal dimunculkan yang ujungnya adalah pembakaran Michael. Pembunuhan atas seorang manusia yang tidak bersalah, tidak mungkin disetujui Tuhan dan berasal dari Tuhan yang telah merubah ibadah simbolik ke hakekat.

Atas beberapa hal yang sangat monumental saya menyimpulkan bahwa John Calvin sesungguhnya bukan seorang Kristen lahir baru. Dia seperti kebanyakan orang Kristen KTP yang dibaptis sejak bayi dan bertumbuh besar sebagai orang Kristen. Dua tahun sebelum Calvin menerbitkan buku terkenalnya The Institution of Christian Religion ia merekomendasi dua orang wanita untuk menjadi biarawati Katholik. Membunuh orang karena dendam, merekomendasikan wanita menjadi biarawati jelas bukan tindakan seorang Kristen lahir baru.

Tentu bukan hanya John Calvin, Ulrich Zwingly lebih buruk lagi. Ia memprotes gereja Roma Katholik dan mengumpulkan banyak pengikut brilian di kota Zurich. Ketika Zwingly memberitahu mereka bahwa Roma Katholik tidak sesuai Alkitab, hal ini merangsang mereka menyelidiki Alkitab. Akhirnya mereka dapatkan bahwa baptisan bayi itu biang dari segala kesesatan karena orang yang belum lahir baru dibaptis dan dijadikan anggota gereja.

Sebenarnya Zwinglylah yang telah menggerakkan semangat pencarian kebenaran Alkitabiah, dan sekali anak panah dilepaskan, tidak dapat ditarik kembali. Pengikut Zwingly akhirnya dapatkan bahwa Zwingly sendiri sebenarnya belum mencapai kebenaran. Zwingly mengajar murid-muridnya bahasa Yunani, dan kemudian muridmuridnya tunjukkan kepadanya bahwa arti kata bahasa Yunani “baptiso” itu selam ke dalam air. Lagi pula tidak ada pembenaran ayat Alkitab seorang bayi boleh dibaptiskan.

Dalam perdebatan yang disaksikan oleh penduduk kota, Zwingly sebenarnya kalah telak, tetapi karena dia yang berkuasa maka semua lawannya ditangkap, dan ia mengancam mereka dengan hukuman ditenggelamkan ke dalam air yang disebutnya baptisan ketiga.

Daftar orang-orang yang dihukum mati oleh Zwingly panjang sekali. Salah satu muridnya yang brilian, Felix Manz, baru berumur dua puluhan tahun ditenggelamkannya di sungai Limnat. Prosesnya sangat memilukan hati, pada saat Felix digiring menuju perahu, mereka melewati depan rumahnya, ibunya dari balkon rumah lantai dua berteriak menguatkan anaknya dan berkata bahwa mereka akan bertemu di Sorga. Saya belum pernah dengar selain ibu Felix ada ibu lain yang tidak menangis melainkan menguatkan iman anaknya yang sedang akan dihukum mati.

Michael Sattler tercatat dibakar hidup-hidup oleh gereja Katholik. Bahkan sebelum mereka membakarnya mereka memotong lidahnya karena mereka tidak tahan terhadap pengajaran yang selalu dikumandangkan. Mereka memadamkan suara Michael sekaligus memadamkan suara hati mereka.

Pemimpin Eropa baik politik maupun rohani pernah menjatuhkan hukuman mati secara iri hati, atas dasar kesombongan, berdasarkan perbedaan politik dan agama. Itu salah bahkan bejat sekali. Kini mereka mau menebus kesalahan masa lalu mereka dengan cara menghapuskan ancaman hukuman mati secara salah.

Semua kesalahan penjatuhan hukuman mati atas dasar iman itu karena pemimpin rohani mereka tidak faham akan kebenaran Alkitab. Mereka menerapkan sistem zaman ibadah simbolik di zaman ibadah hakekat. Mereka tidak faham tentang perkataan Tuhan bahwa saatnya sudah tiba bahwa penyembah Allah yang benar menyembah di dalam roh dan kebenaran.

Pengikut Mereka Zaman Sekarang

Hal yang lebih celaka lagi ialah bahwa pemimpin keturunan rohani Calvin maupun Zwingly dan Khatolik hingga kini masih tetap tidak mengerti kebenaran. Saya mendengar ada pemimpin gereja Reformed yang membela tindakan Calvin membunuh Servetus, Saya berseru “aduh…ternyata dia tidak belajar dari Alkitab dan sejarah.”

Hal yang lebih mengherankan saya adalah gereja-gereja Injili juga ikut-ikutan. Saya dapat laporan dari alumni GITS bahwa ada pemimpin gereja Injili yang mengancam mereka mendirikan gereja di wilayah mereka. Seorang Gembala di Sie Pinyuh, Kalbar, memberitahu saya bahwa para pendeta mengajaknya menandatangani surat bahwa di kota itu tidak boleh tambah gereja baru lagi. Mereka kurang percaya diri bahwa pengajaran mereka benar dan mengusulkan sistem tirani mayoritas (tyranni of the majority). Usulan mereka itu mirip misalnya para penjual beras di kota Sie Pinyuh menandatangani surat kesepakatan tidak boleh dibuka toko beras baru di kota mereka. Mereka mau melakukan monopoli di zaman pelarangan monopoli dalam segala hal. Hati manusia itu jahat, termasuk yang sudah pernah baca Alkitab.

Semua penghukuman mati yang salah atas dasar agama di Eropa adalah karena gerejanya John Calvin, Zwingly maupun Katholik melakukan monopoli, bahwa hanya mereka saja yang boleh mengajar dan mendirikan gereja di kota yang mereka kuasai. Mereka mengajarkan kebenaran dengan ketidakbenaran, dan menurut versi Tuhan Yesus mereka menunjukkan sesungguhnya siapa bapak mereka yang sebenarnya.***

Sumber : Dr Suhento Liauw, Th.D dalam Jurnal Teologi Pedang Roh Edisi 83

  1. Belum ada komentar.
  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar