Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Timur Tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum

Sehubungan dengan telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Maka bersama ini kami perlu melakukan sosialisasi atas draft/ rancangan Qanun. Perlu kami informasikan bahwa yang dimaksud qanun adalah sama dengan peraturan daerah. Di Aceh Disebut qanun. Mohon Saran dan Masukannya.

RANCANGAN

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR
NOMOR …….. TAHUN 2011

TENTANG

RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ACEH TIMUR,

 

Menimbang     : a.   bahwa dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Timur Nomor 8 Tahun 1999 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum perlu disesuaikan;

b.   bahwa untuk maksud tersebut huruf a diatas, perlu menetapkan Qanun tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;

Mengingat       : 1.   Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten Dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1092);

2.   Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

3.   Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

4.   Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

5.   Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400 );

6.   Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

7.   Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

8.   Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);

9.   Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);

10.   Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);

11.   Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

12.   Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);

13.   Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1990 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah dalam Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kepada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3410);

14.   Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Sarana Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3692);

15.   Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

16.   Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

17.   Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);

18.   Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

19.   Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;

20. Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007 Nomor 03, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 03);

21. Qanun Kabupaten Aceh Timur Nomor 2 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Kabupaten Aceh Timur (Lembaran Daerah Kabupaten Aceh Timur Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Aceh Timur Nomor 8).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN ACEH TIMUR

Dan

BUPATI ACEH TIMUR

 

MEMUTUSKAN :

Menetapkan    :  QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM.

BAB I

KETENTUAN UMUM

 

Pasal 1

Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan :

1.   Daerah adalah Kabupaten Aceh Timur.

2.   Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

3.   Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Bupati adalah Bupati Aceh Timur.

4.   Parkir adalah keadaan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya.

5.   Tempat Parkir adalah jalan-jalan umum dalam wilayah daerah yang diperuntukkan sebagai tempat parkir kendaraan.

6.   Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta diatas pemukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel.

7.   Kendaraan adalah suatu sarana angkutan di jalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor.

8.   Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel.

9.   Kendaraan Tidak Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh tenaga manusia dan/atau hewan.

10. Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran.

11.       Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

12.       Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atan badan.

13.       Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum selanjutnya disebut retribusi adalah retribusi daerah sebagai pembayaran atas jasa pelayanan parkir di tepi jalan umum.

14.       Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut retribusi atau pemotong retribusi tertentu.

15.       Badan adalah sekumpulan orang dan / atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

16.       Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data obyek dan subyek retribusi, penentuan besarnya retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan retribusi kepada wajib retribusi serta pengawasan penyetorannya.

17.       Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SSRD adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah.

18.       Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.

19.       Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi terutang atau seharusnya tidak terutang.

20.       Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi atau sanksi administrasi berupa bunga dan / atau denda.

21. Kas daerah adalah kas daerah Kabupaten Aceh Timur.

22.       Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan.

23.       Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah penjabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan.

24.       Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara obyektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi daerah.

25.       Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

BAB II

NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI

 

Pasal 2

Nama Retribusi adalah Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum.

Pasal 3

Obyek Retribusi adalah setiap pelayanan parkir di tepi jalan umum yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten.

Pasal 4

Subyek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang mendapatkan pelayanan parkir di tepi jalan umum dari Pemerintah Kabupaten.

BAB III

GOLONGAN RETRIBUSI

 

Pasal 5

Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum termasuk golongan Retribusi Jasa Umum.

BAB IV

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA

 

Pasal 6

Tingkat penggunaan jasa retribusi diukur berdasarkan jenis kendaraan.

BAB V

PRINSIP PENETAPAN STRUKTUR DAN
BESARNYA TARIF RETRIBUSI

 

Pasal 7

(1) Prinsip penetapan tarif retribusi adalah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa pelayanaan parkir di tepi jalan umum, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan.

(2) Biaya penyediaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya operasi dan pemeliharaan serta biaya modal.

BAB VI

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI

 

Pasal 8

Struktur dan besarnya tarif retribusi ditetapkan sebagai berikut :

a.   Mobil Barang

1.   Truk dengan kereta gandeng/truk dengan kereta tempel/Tronton Rp. 2.000,- sekali parkir

2.   Mobil tangki/truk Rp. 1.500,- sekali parkir

3.   Pick up Rp. 1.000,-sekali parkir

b.   Mobil Bus Rp.1.500,- sekali parkir

c.    Mobil Penumpang Rp. 1.000,- sekali parkir

d.   Sepeda Motor/Kendaraan Roda Dua Rp. 500,- sekali parkir

BAB VII

TATA CARA PEMUNGUTAN DAN WILAYAH PEMUNGUTAN

 

Pasal 9

(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa karcis, kupon, dan kartu langganan.

(3) Hasil pungutan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor ke Kas Daerah secara bruto.

Pasal 10

Retribusi dipungut di wilayah daerah

BAB VIII

PENENTUAN PEMBAYARAN, TEMPAT PEMBAYARAN, ANGSURAN, DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN

 

Pasal 11

(1) Retribusi menjadi terutang terhitung pada saat Wajib Retribusi memperoleh pelayanan parkir di tepi jalan umum.

(2) Jumlah retribusi yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dalam SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

Pasal 12

Pembayaran retribusi yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan pada tempat pembayaran yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten.

Pasal 13

(1) Wajib retribusi harus membayar seluruh retribusi yang terutang secara tunai / lunas paling lambat pada saat jatuh tempo pembayaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Bupati atas permohonan wajib retribusi setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib retribusi untuk mengangsur atau menunda pembayaran retribusi, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.

Pasal 14

Ketentuan mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran dan penundaan pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB IX

SANKSI ADMINISTRASI

 

Pasal 15

(1) Wajib Retribusi yang tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) setiap bulan dari besarnya retribusi terutang yang tidak atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

(2) Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan surat teguran yang dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk.

(3) Pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan setelah 7 ( tujuh ) hari sejak jatuh tempo pembayaran dengan mengeluarkan surat bayar/ penyetoran atau surat lainnya yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan.

(4) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/ peringatan/ surat lain yang sejenis, Wajib Retribusi harus melunasi retribusi terutang.

BAB X

KEBERATAN

 

Pasal 16

(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika wajib retribusi dapat menunjukkan jangka waktu itu di luar kekuasaannya.

(4) Keadaan di luar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah suatu keadaan di luar kehendak atau kekuasaan wajib retribusi.

(5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.

Pasal 17

(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.

(2) Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi terutang.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan seluruhnya.

Pasal 18

(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan seluruhnya atau sebagian, maka kelebihan pembayaran retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 bulan.

(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.

BAB XI

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN

 

Pasal 19

(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati.

(2) Bupati dalam jangka waktu 6 (enam) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, maka permohonan pengembalian dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan.

(4) Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi, kelebihan pembayaran retribusi langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut.

(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.

(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setetlah lewat 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran retribusi.

(7) Ketentuan tata cara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XII

KEDALUWARSA PENAGIHAN

 

Pasal 20

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.

(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :

a.   diterbitkan surat teguran; atau

b.   ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung.

(3) Dalam hal diterbitkan surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.

(4) Pengakuan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Kabupaten.

(5) Pengakuan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan dari Wajib Retribusi.

BAB XIII

TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KEDALUWARSA

 

Pasal 21

(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.

(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi Daerah yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Ketentuan mengenai tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XIV

PEMERIKSAAN DAN PENGAWASAN

 

Pasal 22

(1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan retribusi.

(2) Wajib retribusi yang diperiksa wajib :

a.   memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan obyek retribusi terutang;

b.   memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau

c.    memberikan keterangan yang diperlukan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 23

(1) Pengawasan atas pelaksanaan Qanun ini dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XV

PENYIDIKAN

 

Pasal 24

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kabupaten diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang retribusi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah:

a.   menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

b.   meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi;

c.    meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi;

d.   memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi ;

e.    melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;

f.    meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi;

g.   menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda dan / atau dokumen yang dibawa;

h.   memotret seseorang berkaitan dengan tindak pidana di bidang retribusi;

i.    memanggil seseorang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j.    menghentikan penyidikan; dan/atau

k.   melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XVI

KETENTUAN PIDANA

 

Pasal 25

(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB XVII

PEMANFAATAN PENERIMAAN RETRIBUSI

 

Pasal 26

Pemanfaatan bagian kabupaten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan untuk antara lain :

a.       Kegiatan pengaturan perparkiran untuk menjamin kelancaran lalu lintas;

b.       Kegiatan pembangunan daerah lainnya;

c.        Insentif pemungutan retribusi, yang akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB XVIII

KETENTUAN PENUTUP

 

Pasal 27

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Qanun ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 28

Pada saat Qanun ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Timur Nomor 8 Tahun 1999 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Timur Tahun 1999 Nomor 17 Seri B Nomor 7) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 29

Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Aceh Timur.

Ditetapkan di Idi

pada tanggal

 

BUPATI ACEH TIMUR,

 

 

MUSLIM HASBALLAH

 

Diundangkan di Idi

pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH

KABUPATEN ACEH TIMUR,

SYAIFANNUR, SH, MM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN …….NOMOR

PENJELASAN

ATAS

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR

NOMOR ……. TAHUN 2011

 

TENTANG

 

RETRIBUSI PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

 

I.    UMUM

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, daerah mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu daerah diberikan hak untuk mengenakan pungutan kepada masyarakat yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang. Selama ini pungutan pajak daerah dan retribusi daerah diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang memberi peluang kepada daerah untuk melakukan pungutan dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah. Namun dalam kenyataannya pelaksanaan Undang-Undang tersebut kurang mendukung pelaksanaan otonomi daerah, dan tidak banyak harapan untuk dapat menutup kekurangan pengeluaran dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah.

Dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, daerah diberikan kewenangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah yang lebih besar sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam Undang-Undang ini juga mengatur secara terperinci jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang dapat memberi dipungut oleh daerah, untuk memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha. Salah satu jenis retribusi yang diatur dalam Undang-Undang ini adalah retribusi parkir di tepi jalan umum, yang pengaturannya di Kabupaten Aceh Timur dilaksanakan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Timur Nomor 8 Tahun 1999 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum. Dengan demikian Peraturan Daerah tersebut sudah tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga perlu diganti dan disesuaikan.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu menetapkan Qanun Kabupaten Aceh Timur tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum.

II. PASAL DEMI PASAL.

Pasal 1

Cukup jelas.
Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Yang dimaksud dengan “Jasa Umum ” adalah jasa yang disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR…

Diterbitkan oleh kamoenyo

34 AGE, SKIN BLACK,JOB:WORKER

Tinggalkan komentar