Request // First Morning


Yoseob008

A story dedicated only for Dari. Image as cover this request goes to google. Sung Soo Hee present a fiction titled;

First Morning

Rating: Teen // Length: One-shot // Genre: Marriage Life, Romance, and slice of cheesy Humor.

Starring with Yang Yo Seob from B2ST and Park Rae Ri as you.

Yang Yoseob, Park  Rae—ah sorry! Yang Raeri and their first morning after marriage.

.

.

Raeri tersenyum lembut menatap wajah namja di sampingnya yang tengah terpejam. Jari telunjuknya digunakan untuk mengitari wajah Yoseob. Dari kening turun ke mata, ke hidung, lalu bergerak ke pipinya. Raeri kian mengulas senyumnya.

Dia memang tampan. Yang Yoseob memang sangat tampan. Dan Raeri bersyukur telah mengenal Yoseob. Namja itu benar-benar mencintainya.

Raeri tersenyum pelan. Jari telunjuknya lalu bergerak kembali ke kening. Mengusap pelan tanpa menekannya. Menarik telunjuknya mengitar area mata Yoseob. Membentuk lingkaran kecil di sekitarnya.

“Jangan menggambar di wajahku.”

Raeri terdiam. Menarik jarinya dari wajah Yoseob cepat dan kembali masuk ke dalam selimutnya saat mendengar suara namja itu.

“Kenapa masuk lagi ke selimut, heung?”

Raeri menarik selimutnya sedikit turun. Membuat kepalanya menatap Yoseob yang masih memeluk guling dengan mata terpejam. Yeoja itu kembali ke posisi awalnya sebelum masuk ke selimut.

“Kau sudah bangun?” tanyanya pelan.

“Belum,” jawab Yoseob dengan mata masih terpejam.

Raeri mendengus pelan. Yeoja itu menarik guling yang dipeluk Yoseob dan meletakkannya jauh dari namja itu.

“Kalau kau sudah menjawab artinya kau sudah bangun Yang Yoseob!” ucapnya kesal.

Yoseob tersenyum lembut. Manik matanya perlahan terbuka dan segera menatap Raeri. Ia mendongak pelan dan sedikit menggeser posisi kepalanya sedikit.

“Tapi aku masih mengantuk,” tukasnya pelan.

“Tapi kau harus berangkat ke kantor,” balas Raeri.

“Ke kantor? Bukannya hari ini aku libur?”

Raeri menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Yoseob. Yeoja itu lalu menepuk pelan kepala namja-nya. “Jangan lakukan hal aneh. Ini bukan hari Minggu,” ucapnya.

Yoseob terkekeh. Menarik tangan kanan Raeri yang digunakan menepuk kepalanya. Namja itu mendongak dan menatap wajah Raeri. Sela-sela jari Raeri disisipi dengan jarinya dan mulai mengenggam tangan yeoja itu perlahan.

“Tapi, aku ingin bersama denganmu seharian ini. Dua minggu ke depan aku juga tak akan masuk ke kantor.”

Raeri menggeleng pelan. Ia menarik tangannya yang digenggam Yoseob lalu menyentil hidung namja itu. Membuat Yoseob meringis pelan karenanya.

“Besok hari Sabtu dan Minggu, kau bisa bersamaku seharian. Jadi, hari ini kau harus masuk. Dan jangan membolos seperti ide gilamu itu!”

Yoseob mendengus dan segera duduk. Punggungnya di sandarkan pada sandaran tempat tidur. Manik matanya menatap Raeri yang balas melipat kedua tangan di depan dada.

“Tapi hari ini hari keempatku cuti, chagiya! Kau lupa kita baru menikah kemarin, heung?”

Raeri melebarkan matanya. Menikah. Kepalanya berputar. Pikirannya seakan berbalik akan menghadapi beberapa jam yang lalu.

Kecupan. Kasur dengan kelopak mawar. Dan ‘itu’!

Raeri mencelos mengingat apa yang terjadi semalam. Yeoja itu menurunkan tatapannya. Menatap selimutnya yang menutup separuh tubuhnya. Dengan ragu ia menarik selimutnya sedikit lalu menaikanya lagi. Tak ingin melihat lebih lama apa yang terjadi.

Raeri segera mendongak. Menatap Yoseob yang menyangga wajahnya dengan satu tangan dengan mata menatapnya lekat Raeri. Namja itu mengulas senyum lebar ke Raeri.

“Kau pikir sekarang kau siapaku, heung? Jika kau bukan istriku kenapa kau tidur seranjang denganku?”

Raeri mendelik Yoseob. Pipinya terasa memanas mengingat tingkah konyolnya tadi. Yeoja itu meremas ujung selimut yang dapat ia gapai dan memilinnya. Kekehan Yoseob kian mengeras seiring dengan wajah Raeri yang menunduk.

Astaga! Bagaimana bisa Raeri lupa jika ia sudah menikah dengan Yoseob kemarin? Raeri merutuki kebodohannya sendiri. Terutama ketika tawa namja yang menjadi suaminya itu kian mengeras.

“Oh astaga! Park Rae—oh maaf! Yang Raeri kau pikir kita semalam melakukan apa, heung?”

Raeri menarik wajahnya mundur saat Yoseob tiba-tiba mendengatkan wajah ke yeoja itu. Raeri segera meremas ujung selimutnya.

“Kau tahu kan? Semalam kita melakukan itu. Apa aku harus melakukan itu lagi agar kau mengingatnya?”

Raeri mendelik. Menarik bantal yang awalnya ia guna tidur itu untuk menghantam wajah suaminya.

“Yang Yoseob mesum!”

.

.

Raeri mendesah panjang. Mengarahkan ekor matanya melirik Yoseob yang menyangga wajah menatap Raeri. Yeoja itu mendengus. Ingatannya berputar saat mengingat apa yang terjadi satu jam yang lalu.

Urgh! Raeri bergumam. Sedikit mengembungkan pipinya dengan mata mendelik daun bawang yang tengah ia potong. Tangannya bergerak membentuk irama ketukan tak beratur antara pisau dan kayu tempat memotong.

“Bagaimana kalau kita lakukan itu lagi, sayang? Kurasa kau sangat menyukai itu.”

Raeri mendelik. Menatap daun bawang yang sudah teriris kecil dengan bentuk yang abstrak. Urgh! Raeri semakin kesal saja jika mengingat ucapan Yoseob itu. Apalagi saat mengingat ucapan yang tak jauh dari kata mesum.

“Hei, Yang Raeri, kau mau mandi kan?”

“Ne.”

“Kalau begitu kau mandikan aku juga, oke? Kita mungkin bisa mencoba beberapa hal baru dalam hal ‘itu’ di kamar mandi, bukan?”

Raeri mendengus. Memindahkan daun bawang yang sudah teriris ke telur di lalu mengocoknya. Yeoja itu beralih ke sisi lain kitchen set. Berusaha meraih garam untuk memberi rasa telur dadar yang ia buat.

“Jangan banyak-banyak garamnya, sayang.”

Raeri menepuk tutup garamnya kasar. Setelahnya ia menoleh ke belakang dan mendapati Yoseob masih pada posisinya. Hanya kali ini namja itu menarik tinggi sudut bibirnya.

Ne!” balasnya ketus.

Yoseob terkekeh. Kali ini sedikit memiringkan kepalanya menatap sang istri. “Ketusnya,” balasnya di sela kekehan renyahnya.

Raeri menolehkan kepalanya menatap Yoseob. Manik matanya dipincingkan menatap namja yang sudah menjadi suaminya itu. “Bisa kau diam, Yang Yoseob?” serunya ketus.

“Sayangnya tidak, Yang Raeri.”

Raeri mendengus. Kembali bergumam samar dan kesal karena tingkah Yoseob. Yeoja itu tersentak saat sebuah tangan melingkar di perutnya.

“Hanya telur dadar?”

“Ya.”

Yoseob merengut mendengar jawaban dari Raeri. Namja itu kembali melingkarkan tangannya di pinggang sang istri. Kepalanya disandarkan di pundak Raeri.

“Aku mau makan sup rumput laut juga,” rengeknya.

“Buat saja sendiri,” sahut Raeri pendek.

Yoseob mendengus. Kedua iris matanya masih menatap lekat sang istri walau kesal. Manik matanya kian dipincingkan menatap Raeri. Dari atas hingga bawah. Dan Yoseob lalu mengulas senyum kecil.

Namja itu kian merapatkan tubuhnya ke Raeri. Kepalanya di dekatkan ke kepala Raeri dan mengedus bau shampoo yang istrinya pakai. Dan Yoseob kian mengeratkan pelukannya.

Raeri diam. Alih-alih mencoba menoleh menatap sosok yang berdiri di belakangnya. Yeoja itu kini justru dengan brutalnya memotong wortel dengan bentuk yang tak teratur.

Chagiya.”

Raeri masih berkutat dengan pekerjaanya. Kali ini ia memotong semakin brutal saat mendengar suara Yoseob. Bayangan mengenai hal-hal wah yang diucapkan suaminya tadi kian berputar di kepalanya.

“Yang Raeri.”

“Apa?”

Raeri menoleh. Masih memegang pisau dengan manik matanya dipincingkan menatap Yoseob. Yeoja itu bahkan mendengus di depan Yoseob.

Yoseob hanya terkekeh. Namja itu kian merapatkan tubuhnya ke Raeri dan menyandarkan kepalanya di pucuk kepala sang istri. Kini tangan kirinya memeluk pinggang Raeri. Dengan tangan kanannya mencoba menyingkirkan pisau yang digenggam sang istri.

Raeri masih mendengus. Kali ini wajahnya sedikit mendongak menatap Yoseob yang sedikit lebih tinggi beberapa centi. Kepalanya sedikit miring hingga ia bisa mengamati seluruh wajah Yoseob.

“Apa lagi? Aku sedang memasak untuk sarapan. Kau tadi merengek ingin sarapan!” serunya kesal.

Yoseob hanya terkekeh. Kali ini mengarahkan kedua tangannya melingkar di perut Raeri. Wajahnya di dekatkan ke sang istri hingga kedua hidung mereka bergesekan.

“Aku mau sup rumput laut, oke sayang?” pintanya.

Raeri mendelik. Wajahnya ditarik mundur dari Yoseob, walau hasilnya nihil karena tubuhnya sudah membentur dada sang suami. Raeri menggelengkan kepalanya. Menolak permintaan Yoseob.

Shireo! Buat saja sendiri!”

Yoseob merengut. Tapi tak lama, setelahnya namja itu mengulas senyum dan memiringkan wajahnya ke arah Raeri. Mencondongkan semakin dekat ke wajah sang istri.

“Kalau begitu aku akan memakanmu untuk sarapan.”

Raeri mendelik seram mendengar kata memakanmu. Terutama saat menatap wajah Yoseob semakin miring ke arahnya. Apalagi ketika napas hangat Yoseob rasanya menggelitik permukaan kulitnya.

Pikirannya yang berputar ke kejadian tadi malam membuat alarm bahaya bergema di kepala Raeri. Yeoja itu segera menarik kaki kanannya naik lalu menurukannya dengan cepat. Membuat lengkingan kesakitan Yoseob menggema di dapur.

“A—aw! Jangan menginjak kakiku, Yang Raeri! Ja—jangan a—aw! A—aw!”

.

.

“Yoseob!”

“Hn?”

“Ber—bergeraklah sedikit! I—ini menyiksaku!”

“A—aku tak mau!”

“Yang Yoseob!”

“Aku tak mau bergerak. Tunggu sebentar, oke? Ini sempit kau tahu!”

“Bergerak sekarang dan cepat, Yang Yoseob! Ini menyiksaku!”

Yoseob mendesah. Dengan malas ia menggeser tubuhnya ke sisi lain sofa. Memberikan sedikit ruang ke istrinya untuk duduk menghadap televisi di sofa kecil yang harusnya untuk satu orang.

Raeri hanya tersenyum. Duduk tenang di samping Yoseob seraya menatap berita televisi. Bahkan kadang menekan Yoseob hingga ke pinggang namja itu menyentuh sisi kiri sofa.

Yoseob mendengus. Mendelik sang istri yang tengah mengerjainya. Namja itu mencebikan bibirnya. Ekor matanya mendapati sang istri terkekeh penuh kemenangan saat semakin membuat Yoseob terdesak ke samping.

Yoseob menggerang pelan. Sofa untuk satu orang digunakan untuk dua orang! Namja itu tak habis pikir kenapa istrinya itu menganggunya kini. Apa ia tengah kesal dengannya?

“Oh, Raeri!” Yoseob memekik. Pinggangnya benar-benar sakit karena semakin tertekan ke sisi sofa.

Raeri hanya mengerutkan keningnya. Manik matanya terfokus menatap berita di televisi. Mengabaikan Yoseob yang tengah meringis kesakitan di sampingnya.

“Oh cha—aw! Berhenti mendorongku!”

Raeri menoleh. Manik matanya menatap Yoseob yang sibuk meringis dan mencoba mendorong Raeri ke sisi lain sofa. Yeoja itu mengerucutkan bibirnya.

“Jangan dorong aku, Yang Yoseob! A—aw! Hei!”

Raeri kembali menggerakan tubuhnya ke samping. Mendorong Yoseob kembali terdesak ke samping.

“Hei! Berhenti mendorongku, Yang Raeri! Oh astaga! Kau bisa duduk di sofa yang itu daripada a—aw!”

“Diamlah! Aku hanya ingin menonton berita.”

“Aku juga ingin menonton berita, tapi kau bisa duduk di sofa di samping a—aw itu, kan?”

“Kau saja duduk di sana. Di sana aku tak dapatkan sudut yang pas untuk menonton televisi.”

Yoseob mendengus. Namja itu menekuk wajahnya dan menatap lekat sang istri. Setelahnya ia lalu menarik senyum simpul menatap jaraknya dan Raeri yang dekat, sangat bahkan.

Yoseob mengarahkan tangannya bergerak ke pinggang Raeri. Perlahan ia mecoba membuat lingkaran yang membuat mereka kian dekat. Mengikis jarak dengan tangannya.

Entah sudah berapa kali ia memeluk Raeri, terhitung sejak mereka menikah kemarin. Tapi Yoseob menikmatinya. Terutama ketika lengannya terasa pas melingkar di pinggang istrinya. Yoseob bahkan merasa ukuran pinggang istrinya pas dengan lingkaran yang dibentuk tangannya. Yoseob terkekeh pelan memikirkan pikirannya.

Di sisi lain, Raeri merasa sesuatu jang janggal. Daerah sekitar pinggangnya terasa terasa terikat. Yeoja itu menyipitkan matanya menatap layar televisi.

Awalnya ia mengabaikan pinggangnya yang terasa terikat itu. Tapi lama-lama kian terasa terikat. Raeri mendengus dan menurunkan tatapan matanya ke arah pinggangnya.

“Yoseob.”

Yoseob mendongak. Kali ini tangannya sudah melingkar dengan sempurna di pinggang Raeri. Bahkan namja itu hanya mengulas senyum membalas tatapan datar Raeri.

“Yoseob, lepaskan. Aku tak nyaman seperti ini.”

“Melepaskan ini?”

Raeri mengangguk menjawab pertanyaan Yoseob. Namja itu bukan melepaskan pelukannya pada Raeri. Justru kian mengeratkannya.

“Aku tak mau. Aku nyaman seperti ini, walau aku terjepit.”

“Oh, Yang Yo. Ayolah. Lepaskan ini, aku tak nyaman,” ucap Raeri seraya menarik tangan Yoseob dari pinggangnya. Dan Raeri hanya mendengus saat Yoseob kembali memeluknya.

“Aku tak mau. Aku sudah terjepit seperti ini masih kau suruh untuk melepas pelukan ini, hm? Tidak,” balas Yoseob.

“Tapi Yoseob aku tak nyaman,” sahut Raeri.

Yoseob mencondongkan wajahnya ke Raeri. Kali ini namja itu mendekatkan wajahnya ke pipi Raeri dan mengecupnya sekilas. Setelahnya ia kian mengalungkan tangannya di pinggang sang istri yang menyadarkan kepala di pucuk kepala Raeri.

“Biarkan aku seperti ini untuk sementara, oke? Aku sudah kesakitan karena terjepit dan jangan buat aku kesakitan karena kau menolak kupeluk. Abaikan saja aku dan tonton acaramu.”

Raeri mendesah. Yeoja itu mengangguk pelan dan sedikit menunduk. Kedua iris matanya menatap Yoseob di pinggangnya dan pipinya terasa terbakar.

“Terserah kau saja, Yang Yoseob.”

.

.

Raeri sedikit membuka matanya saat kasur di sampingnya terasa memberat. Kedua manik matanya berkedip beberapa kali sebelum mendapati sosok Yoseob terlentang di sampingnya.

“Yoseob, apa yang kau lakukan?”

“Tidur siang.”

Raeri mendesah. Menggerang kecil lalu menggeliatkan tubuhnya pelan. Melemaskan tubuhnya yang sedikit kaku di atas kasur. Kedua manik mata yeoja itu mulai mengerjap dan menatap jam beker yang ada di nakas.

Pukul 1 siang. Raeri bergumam. Menggosok matanya yang masih terasa berat lalu membalik tubuhnya ke samping. Membelakangi Yoseob yang memutar tubuh ke arahnya.

“Jangan perlihatkan punggungmu padaku,” ucap Yoseob pelan.

Raeri hanya mengangguk. Masih tak mengubah posisi dan memejamkan matanya. Bergumam sesuatu yang sama lalu kembali mencoba terlelap. Mengabaikan ucapan Yoseob.

“Raeri.”

“Park Rae—oh maaf, Yang Raeri.”

“Raeri-ya.”

“Raeri chagi.”

“Raeri sweety.”

“Raeri honey.”

“Oh astaga! Raeri!”

Raeri menoleh. Melonggokan kepala dan menatap sang suami yang tengah tersenyum ke arahnya. Raeri mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum nyaris tertutup.

“Apa?” suaranya serak dan samar. Khas seperti orang bangun tidur.

“Berbaliklah sayang. Aku ingin tidur melihat wajahmu, bukan punggungmu.”

Hn.”

Raeri membalik tubuhnya malas. Matanya masih terpejam dan ia menarik selimut tipis untuk menutup tubuhnya.

Yoseob hanya tersenyum. Mengulas senyum tipis menatap paras sang istri. Jarinya lalu digerakan menyisir area wajah Raeri pelan. Membuat yeoja itu mengerang dan membuka matanya.

“Yoseob,” ucap Raeri pelan dengan kesal. Kedua matanya yang terbuka kembali mencoba tertutup. “Jangan sentuh wajahku. Aku ingin tidur siang.”

Yoseob hanya terkekeh. Namja itu memiringkan tubuhnya agar menghadap sang istri. Kedua manik matanya menyipit saat menatap wajah istrinya yang mencoba terpejam.

“Raeri,” panggilnya pelan.

Hm?” Raeri menyahut samar. Seperti dengungan karena bibirnya tak terbuka.

Yoseob hanya mengulas senyum tipis. Manik matanya menyipit saat sudut bibirnya kian naik.

Raeri terlihat sangat nyaman di atas kasur. Matanya terpejam dan tanganya menjadi sandaran untuk kepala dan yang satu lagi memegang bantal.

“Raeri.”

Hm?”

“Buka matamu sebentar, aku ingin berbicara denganmu.”

Raeri hanya menggeliat. Mengangguk pelan dan kian melengkungan tubuhnya. Mengabaikan ucapan Yoseob yang menyuruhkan bangun sesaat.

Yoseob mendesah panjang melihat reaksi sang istri. Namja itu mendekatkan tubuhnya ke Raeri.

Tangan kirinya terulur. Mencoba meraih kepala Raeri dan mendekatkannya ke dadanya. Tangan kanannya juga ia gunakan membawa kepala sang istri kian mendekat ke tubuhnya.

Raeri membuka matanya. Manik matanya segera mendongak menatap sang suami. Pipinya terlihat menggembung menandakan ia kesal karena tak bisa tidur siang.

“Yo—”

“Aku ingin bicara sebentar. Diam oke?”

Raeri mendengus. Mengerucutkan bibirnya dan mengangguk malas menginyakan jawab sang suami. Yoseob hanya tersenyum. Tangan kiri Yoseob kian membawa kepala Raeri dekat ke arahnya.

“Terima kasih,” ucapnya pelan dengan manik mata fokus menatap Raeri.

Raeri diam. Mengerutkan dahinya menatap Yoseob saat mendengar ucapan suaminya itu. “Apa maksudmu?” sahutnya.

Yoseob terkekeh. Namja itu mencondongkan wajahnya ke Raeri. Semakin dekat dan semakin dekat hingga hidung mereka bersentuhan.

“Terima kasih sudah mau menikah denganku. Aku merasa sangat bahagia, sangat amat bahagia.”

Raeri diam. Setelahnya ia menarik sudut bibirnya tinggi mendengarnya. Yeoja itu menganggukan kepalanya pelan.

“Aku juga bahagia, Yoseob.”

Yoseob tersenyum. Namja itu menggerakan tangan kananya ke dagu Raeri. Menarik wajah sang istri mendongak ke arahnya lalu kian mengikis jarak diantara mereka.

Yoseob mendekatkan wajahnya ke Raeri. Hidung mereka bersentuhan dan begitu pula dahi mereka. Namja itu lalu mengulas senyum lebar.

Saranghae,” bisiknya pelan.

Raeri tersenyum. Mengarahkan kedua tangannya memeluk punggung Yoseob dengan kedua iris lekat ke mata suaminya.

Nado saranghae, Yang Yoseob.”

Finish

A/N: Halo Dari-ya. Pertama maaf banget karena ff req kamu telaaaaaaaaaaaaaattt banget. Aku sebenarnya sempet wb berulang kali hingga ganti cerita ampe sekitar 5 kali ato lebih buat kamu, terutama pas mau ending aku agak moody jadi kacau semuanya. Jadi, pas harusnya 26 kemarin di-post, mundur jadi tanggal 4. Ini semua juga karena aku banyak banget tugas presentasi/portofolio/makalah yang jejer duh rapinya.

Jadi maaf banget ya, terutama kalo hasilnya jelek banget X'((( Dan juga maaf kalo ngantung dan gariiiiiing krenyes-krenyes-kriyuk-kriyuk banget. Kedua, maaf karena Yoseob di sini rada pervert malah mungkin pervert banget gitu. Entahlah kenapa aku nulis jadi begini Sekali lagi maaf ya. Maaf banget ya X'((( Maaf banget loh ya X'(((

Berhubung ini ceritanya baru setengah, karena dari pagi sampe siang, mungkin soon as possible aku bakal tulis sambungannya dari siang sampe malem. Itu hanya kemungkinan yang bisa ya atau tidak ya, andaikan bisa mungkin pas libur semester. Dan sekali lagi maaf banget ya, udah post super late, absurd esp buat endingnya yang awkwardly banget ;; /cries/, dan pervet pula X'(((

F♥EDBACK PLEASE