Jogja-Bandung-Bogor-Jakarta #TheEnd

Hello pembaca blogku…..
Kali ini ane mau ngelanjutin travel story ini, #part3 yang merupakan cerita terakhir perjalanan 4 kota kemarin.
Let’s go…..!!!!

Ceritanya masih di Bogor nih, menunggu keberangkatan KRL menuju Jakarta. Satu hal yang aku senengin naik KRL di Bogor adalah pengamen-pengamennya yang keren. Apa yang bikin keren, alat musiknya lengkap dan jenis musiknya pun gak biasa. Violin, pianika, gitar, dan lain-lain yang mereka pake dan jenis musiknya pun kadang diaransemen menjadi aliran jazz. Kalau disuruh pilih, mending milih dengerin mereka daripada dengerin musik pake headset sendiri.

Perjalanan dari Bogor ke Jakarta kurang lebih 1,5 jam. Stasiun tujuanku adalah stasiun Juanda di daerah Pasar Baru, Jakarta. Daerah itu deket-deketlah dari Istiqlal dan Monas. Tempat ini udah beberapa kali kukunjungi, terakhir bareng teman-teman KEPMAWA jalan kali dari apartemen Juanda ke monas sambil silaturahim dengan alumni dan penasehat. Selalu, kalau dari Bogor ke Jakarta lebih memilih perjalanan di sore hari dan tiba di Juanda lepas senja. Satu hal yang sangat indah dalam perjalanan itu adalah ketika melihat berkas sinar senja yang perlahan menghilang di langit Jakarta. Tak sabar untuk berjumpa dengan Bapak, setibanya di stasiun Juanda, aku langsung menuju ke pangkalan ojek di lantai bawah dan minta diantar ke Hotel Amalia di daerah Pasar Baru. Sekitar pukul 19.30 akhirnya sampai di depan hotel, kujumpai beliau yang kurindukan, Bapakku. Dengan gaya khasnya memasukkan kedua tangan di kantong celana dan sesekali merapikan rambutnya, kususul beliau dan kucium tangannya. Malam itu, Bapak mentraktirku nasi goreng di depan hotel dan kami berbincang untuk menanti esok.

Keesokan harinya…..

Bapak ke Jakarta dalam rangka dinas, tidak serta merta untukku saja. Kebetulan ada sesuatu hal yang mau dititipkan dari Mama untukku. Perjalanan pertama hari itu itu menuju ke Jalan Pramuka, tepatnya di Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pusat. Bersama beberapa stafnya, kami menuju ke sana dengan kendaraan minibus. Sesampainya di sana, kami masuk ke dalam gedung yang berlantai banyak itu, kupandang sekelilingnya, fasilitas canggih di mana-mana. Pikirku wajar karena ini adalah gedung pengawasan keuangan. Bapak, naik ke lantai atas bersama koleganya untuk membicarakan tentang hal-hal terkait pelaksanaan keuangan di daerah. Hal tersebut sepertinya memang diperlukan mengingat Bapak saat ini bekerja sebagai staf di Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Kabupaten Wajo. Akupun tidak tahu persis apa tujuannya secara umum melakukan perjalanan dinas ini pada awalnya, jadinya sering kepo sendiri di perjalanan. Sepertinya, orang yang Bapak temui itu adalah teman lamanya, tampak akrab seperti sahabat atau keluarga yang baru bertemu setelah sekian lama. Whatever-lah, itu urusan Bapak-bapak, aku sibuk sendiri mengamati aktivitas para pegawai di dalam sini, dan sesekali keluar untuk menghirup udara segara sembari membuka laptop di parkiran kantor. Beberapa waktu kemudian, kami beranjak dari kantor itu. Sepertinya menuju ke sebuah kantor lagi, tapi dari pembicaraan orang-orang di mobil, aku tidak mampu menebak kantor apa yang menjadi tujuan berikutnya.

Gedung BPKP
Gedung BPKP

Akhirnya tiba di sebuah kompleks perkantoran di Jalan Veteran yang menjadi pusat perhatian orang-orang di dalam Mobil. Sembari mencari pintu masuk, terlihat jelas papan nama kantornya, Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia. Ya, destinasi selanjutnya adalah kantor Kementrian Dalam Negeri. Namanya sering kudengar dan kubaca, tapi baru sekarang aku mengunjungi kantor yang dipimpin Gamawan Fauzi ini. Kami memasuki kompleks perkantorannya dan ada beberapa gedung yang berlabel huruf A-F di sana. Tujuan perjalanan dinas Bapak ke kementrian adalah berkunjung ke kantor Direktorat Jendral Keuangan Daerah yang menjadi bagian kompleks kantor Kemendagri. Di lantai dasar kantor ada ruang tunggu tamu, kami masuk ke dalam menunggu dan terlihat tak hanya rombongan dari kantor Bapak yang menunggu, tetapi ada beberapa orang dengan gaya-gaya pejabat sedang menunggu dengan santainya bersama kami. Sepertinya mereka juga hendak membicarakan urusan keuangan daerah juga di kantor ini.

Kementrian Dalam Negeri
Kementrian Dalam Negeri
Kompleks Kemendagri
Kompleks Kemendagri
Gedung Direktorat Keuangan Daerah
Gedung Direktorat Keuangan Daerah

Lepas dari Kementrian Dalam Negeri, rombongan menuju ke tempat berikutnya. Kali ini aku tau apa tujuannya, makan siang. Kemana lagi selain ke sana di waktu siang hari sehabis jalan kesana kemari menghabiskan energi. Untuk nge-charge kembali energi kita, kami makan siang di sebuah rumah makan khas Palembang. Destinasi makan siang ini atas undangan teman Bapak yang di BPKP tadi. Semakin kepo nih tentang keakraban mereka. Setibanya di rumah makan, akhirnya aku bisa melihat langsung orang yang samar-samar terlihat di kantor BPKP yang ditemui Bapak. Satu laki-laki dan satu perempuan, sepertinya mereka seumuran dengan Bapak. Kami masuk ke rumah makan dan menempati meja yang sudah dipesan. Pembicaraan awal mereka, aku semakin penasaran dengan hubungan Bapak dengan kedua orang ini. Hal yang pertama kuketahui adalah keduanya sepasang suami istri. Selanjutnya Bapak memperkenalkanku kepada mereka, dengan malu aku menjadi bahan pembicaraan beberapa menit. Perbincangan mereka tampak hangat, hingga pada suatu percakapan yang serius,

“Dulu kita teman kelas di SMK, diantara teman-teman satu kelas, kita yang rangking 1-4. Saya rangking satu, mereka yang rangking 2 sama 3. Memang kita yang paling mahir pembukuan pada jaman itu di sekolah. Teman yang satu lagi yang rangking 4 sudah jadi guru Bahasa Inggris di Wajo”, ujar Bapak pada pembicaraan itu.

“Iya, dulu Pak Herman (bukan nama asli) itu kalau sekolah suka bawa kamus bahasa inggris, memang mau jadi guru bahasa Inggris. Sekarang jadi betul dia Guru Bahasa Inggris, hahahaha……”, tambah sang Istri.

“Memang dulu begitu ya, kita sekolah tidak tau tujuannya mau jadi apa, mengalir saja karena yang kita pikirkan bagaimana supaya dapat uang bisa sekolah dan jadilah seperti ini. Beda dengan sekarang, anak-anak sekolah sudah punya cita-cita”, kata Bapak.

Perbincangan di rumah makan  menjadi ramai oleh cerita nostalgia Bapak dan kedua temannya itu. Saat itupun ke-kepo-anku mulai terbayar, ternyata mereka adalah teman kelas saat SMK Jurusan Pembukuan dulu. Sekarang, mereka telah menuai hasilnya setelah bersusah payah belajar dan fokus, hingga sekarang punya kehidupan yang mapan masing-masing. Sungguh romantika kehidupan yang sangat berharga yang pernah dialami Bapak. Sejak saat itu muncul rasa ingin punya cerita romantika dan perjuangan hidup seperti itu. Bapak yang sebelumnya tidak punya mimpi apa-apa, hanya berusaha bagaimana untuk tetap sekolah, sekarang bisa menjadi panutan di keluarga dan masyarakat dan terjun ke bidang keahliannya. Aku yang hidup di zaman sekarang dengan punya mimpi dan cita-cita, seharusnya bisa lebih baik daripada Bapak. Bisa kubayangkan ketika tua nanti, kunanti momen-momen seperti yang mereka alami sekarang. Bertemu dengan teman-teman seperjuangan dalam kondisi kehidupan yang mapan dan bahagia. Sungguh senangnya diriku hadir di tengah-tengah nostalgia masa SMA yang hangat di siang itu. Menambah suntikan semangat dan motivasi untukku agar berbuat lebih bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Setelah makan siang, rombongan berpamitan dengan kedua sahabat Bapak. Mereka berpesan kepadaku, jika aku ke Jakarta diminta menghubungi mereka dan main ke rumahnya. Sambutan hangat mereka makin mantap ketika membantu menutup pintu mobil kami, lambaian tangan mengakhiri perjumpaan kami dengan dua sahabat Bapak di hari itu. Kemudian perjalanan dilanjutkan ke daerah Cempaka Putih, Jakarta Utara. Kali ini tugas staf Pemda bagian asset yang mengambil alih. Kami mendatangi rumah dinas Pemerintah Daerah Kabupaten Wajo di Cempaka Putih, tepatnya kompleks perumahan dekat Rumah Sakit Islam. Sembari mencari alamat rumah dinas tersebut, terlihat di kompleks tersebut memang rumah-rumah orang kelas menengah ke atas. Rumah dengan pekarangan yang luas dan sebagian besar bertingkat. Sampailah kita di halaman depan rumah bernomor 18. Bertingkat, berpagar hitam, dan terdapat mobil dengan plat DD yang menandakan mobil dari daerah Kabupaten Wajo.

Rumah Dinas Pemda Wajo
Rumah Dinas Pemda Wajo

Rumah dinas ini diperuntukkan bagi pejabat-pejabat pemerintah daerah yang sedang menjalani tugas di Jakarta dan sekitarnya. Salah satunya untuk penghematan biaya akomodasi termasuk hotel. Dijaga oleh seorang pria yang dipercaya oleh pemerintah untuk menjaga dan merawat rumah ini. Terdapat beberapa mobil di garasi rumah ini, entah itu diperuntukkan untuk dinas atau pribadi, akupun tidak tahu jelasnya. Menurut perbincangan Si penjaga rumah, sering kali kemasukan tamu tak diundang alias maling, yang mencuri beberapa perangkat elektonik. Dia menunjukkan bekas-bekas congkelan di pintu. Rumah dinas ini pun jarang ditempati sehingga beberapa bagian rumah tampak tidak terawat. Sungguh malang nasibnya, seandainya bisa saya yang nempatin rumah besar itu, saya rela merawatnya walau tidak digaji, tapi listrik, air dan tagihan sejenisnya dibayarin, hehehe.

Pemasangan plat asset
Pemasangan plat asset

Plat asset

Tujuan rombongan staf pemda khususnya bidang asset ke tempat ini adalah untuk mengecek kondisi rumah dan memasang plat nomor asset pemda. Karena menurut kabar yang kudengar, setiap aset pemda Wajo yang berupa bangunan dipasangi plat nomor asset untuk mempermudah pendataan asset daerah. Sepertinya ada perda baru yang diberlakukan untuk ini. Yang jelas, setiap asset daerah itu diperadakan dari hasil pajak masyarakat daerah, dan dipergunakan untuk mendukung kinerja pemerintah yang dipercaya sebagai pengelola seumber daya untuk  mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Tapi, terkadang fungsi itu sering kelupaan sama pemerintahnya, terlalu asik dengan kerjaannya sendiri.

Akhirnya serangkaian mengikuti tugas dinas Bapak dan rombongan berakhir di Rumah dinas. Rombongan kembali ke hotel tak terkecuali Aku dan Bapak. Sekitar pukul 14.00 WIB kami berdua menuju ke daerah Tanjung Priuk untuk menemui tante (Adik kandung Mama) yang berdomisili di sana. Beliau menetap di Jakarta sudah 20 tahun lebih ikut bersama suaminya. Setiap ada kesempatan di hari libur, aku berkunjung ke tempat ini, jadi tidak perlu jauh-jauh harus ke Sulawesi untuk melepas rindu suasana rumah, cukup naik kereta menuju ke Jakarta bisa sedikit mengobati homesick yang melanda. Kami ke sana mengantarkan titipan Mama berupa makanan khas Bugis dan kue-kue kering. Setibanya di sana, kami langsung disuguhi makanan. Satu-satunya tempat yang membuatku serasa di rumah adalah di sini. Dari wajah tante yang mirip banget sama Mama, makanannya yang sama dengan makanan di rumah dan bahasanya juga seperti bahasa yang dipake sehari-hari di rumah. Pokoknya di rumah ini, serasa pulang ke rumah di Sulawesi.

Di rumah tante, kami hanya sebentar, pukul 16.00 Aku dan Bapak menuju hotel untuk mengambil barang-barangku, karena Aku harus pulang ke Jogja malam ini. Keputusan mendadak ini datang dua hari yang lalu ketika ada kabar akan dipertemukan dengan rombongan dari Balai Penelitian dan Pengkajian Teknologi (BPPT) di Yogyakarta oleh owner Merica Singkong terkait mempromosikan gerakan SingkongDay. Sebelumnya aku sudah memesan tiket kereta api Senja Utama Yogya yang berangkat setiap pukul 19.30 malam di Stasiun Pasar Senen. Sore itu sungguh menegangkan. Betapa tidak, tiket kereta belum ditukarkan dan penukaran harus 30 menit sebelum pemberangkatan, artinya harus sampai pukul 19.00. Kondisi Jakarta saat itu lagi macet-macetnya karena sedang waktu pulang kantor. Dalam hati, “Mungkin kalo saya tinggal di sini bakal stress dengan kemacetan ini, untung aku tinggal di Jogja”. Pukul 18.30 kami tiba di Hotel dan bergegas mengambil barang-barang menuju ke stasiun Pasar Senen. Untung saja stasiun Senen jaraknya tidak jauh dari hotel, jadi agak sedikit lega, namun dalam perjalanan tetap saja masih sering dikhawatirkan oleh kemacetan di jalan.

Tiba di stasiun Pasar Senen bersama Bapak dengan setia menemaniku hingga berlari-lari menuju ke loket penukaran tiket. Suara pengumuman pemberangkatan kereta Senja Utama Yogya mulai terdengar, 5 menit lagi berangkat. Berbegas aku menyalami Bapak dan menghirup baunya yang khas dan meresapinya hingga ke jantung hati. Betapa tidak rela aku berpisah dengannya. Haru kutahan dan langsung berbalik badan dan berlari menuju kereta. Gerbong kereta mulai terlihat dan langsung aku memasukinya dan mencari kursi tempat dudukku. Seketika itu kereta mulai berjalan, hampir saja aku ketinggalan. Tiba-tiba handphoneku berbunyi ada panggilan dari Bapak menanyakan keberangkatanku dan aku jawab sudah berangkat, Alhamdulillah. Fiuuuhhhh……. Syukurlah, masa-masa genting sudah lewat, saatnya duduk manis di dalam kereta sembari melewati malam untuk menyongsong esok hari di Yogyakarta.

Kereta adalah tempat yang romantis bersama memori-memori indah yang telah terjadi juga untuk mimpi dan cita-cita yang menggantung dalam pikiran ini. Kereta adalah tempat teduh di tengah hiruk pikuk kehidupan yang penuh kebimbangan ini untuk mendapat kepastian dan ketegasan hati dalam melangkah ke depan. Irama gesekan rel dengan roda kereta menjadi lagu merdu pengiring malam menuju ke singgasana mimpi. Itulah mengapa aku sangat senang naik kereta, dan banyak mendapatkan inspirasi dan ide di dalam kereta.

Yogyakarta, 14 September 2012 pukul 04.30 pagi. Kembali Aku pulang ke Kota ini setelah penjelajahan singkat di Bandung, Bogor dan Jakarta dengan cerita indah di setiap kotanya. Bertemu dengan orang-orang yang berbeda hingga bertemu Bapak yang kucintai. Sungguh perjalanan yang menarik, penuh semangat dan inspirasi. Tidak akan bosan aku melakukan perjalanan seperti ini, mungkin di daerah lain yang belum pernah aku datangi sebelumnya.

Hidup adalah tentang orang-orang yang kita temui, 

If you want to find your self, getting lost !!!

Sekian,
Wassalam

Leave a comment