Melaka, Malaka, Malacca… whatever!

Sehari setelah Natal, saya beringsut dari Singapore ke Malaka sebagai persinggahan sebelum balik ke Medan via Kuala Lumpur. Alasan memilih Malaka adalah karena statusnya sebagai salah satu UNESCO World Heritage Site. Malaka bersama Georgetown (Penang) adalah 2 kota di Malaysia yang disematkan gelar ini. Selain Malaka & Georgetown, Asia Tenggara punya beberapa kota yg menyandang gelar World Heritage Site yaitu Vigan (Filipina), Luang Prabang (Laos), dan Hoi An (Vietnam).

Red Square


Menggunakan bis sebagai moda transportasi dan hanya memakan waktu 4 jam termasuk melewati 2 imigrasi. Penumpang diturunkan di Melaka Sentral, terminal bis terbesar di Melaka, yang jaraknya sekitar 5 km dari pusat kota dan dilanjutkan dengan Bis Panorama trayek 17 jurusan Kota Intan yang melewati pusat kota & Chinatown. Kalau dari terminal sampai pinggir kota sih gak ada tanda-tanda peninggalan sejarah yang signifikan, malah lebih terlihat seperti kawasan sub-urban yg sedang booming dengan area perumahan barunya, Mbak Fenny *nunjukkin lesung pipit a la Bu Evelyn*

Begitu masuk ke kawasan Chinatown, baru lah terlihat kenapa Malaka pantas disematkan oleh UNESCO. Bangunan-bangunan dengan nuansa campuran kolonial & peranakan bertebaran di pusat bandaraya Melaka, jenis bangunan yang sama dengan yang ada di straits settlement seperti Penang, Singapore, Medan, & Kuala Lumpur. Yang paling terlihat beda dengan Penang adalah bangunan di Malaka terlihat lebih natural, sudah mengalami renovasi tapi masih terlihat ‘kerutan-kerutan tua’ yg berisi nostalgia dari masa penjajahan Portugis, Belanda, & Inggris.

River One Guest House

Singgah sebentar ke hostel saya, River One Guest House, dan sedikit terkejut karena status asmara kamar saya di-upgrade dari single jadi double oleh Willian si pemilik hostel tanpa kena tambahan harga. YAY!. Lokasi hostel ini di Jalan Kampung Pantai, daerah Chinatown dan tepat di sisi Sungai Malaka. Pemandangan di balkon lantai 2 mengarah ke Sungai Malaka yg ramai dilalui Malacca River Cruise.

Karena perjalanan ini gak ada rencana pasti, saya pun hanya sekedar mengikuti kemana mata ini tertarik diikuti kaki ini melangkah. Tujuan pertama adalah alun-alunnya Malaka yaitu Dutch Square atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Red Square. Di sini bisa kita lihat bangunan ikonik Christ Church Malaka, Stadthuys, Victoria Fountain, Red Clock Tower, dan beberapa museum yang menempati bangunan-bangunan peninggalan penjajah-penjajah. Jejak VOC disini pun bisa dilihat dari sebuah di sekitar Red Square ini.

Christ Church Malaka & Victoria Fountain
Becak Melaka

Di selatan Red Square, bisa ditemukan Porta de Santiago atau yg lebih dikenal dengan nama A Famosa, sisa reruntuhan Fortalezza de Malacca yg merupakan benteng terbesar yg dibangun Portugis di wilayah koloni Asia. A Famosa ini hanyalah salah satu pintu dari Fortalezza, sisa bangunan Fortalezza telah dihancurkan oleh Inggris saat mengambil alih dari Belanda. Cerita sejarah Malaka ini saya dengarkan saat melewati seorang Paman yg lagi bercerita kepada 3 orang anak bersaudara. Dia bercerita tentang sejarah Malaka dari zaman Pangeran Parameswara dari Sumatera, masuknya Portugis, kedatangan St Francis Xaviers ke Malaka sampai mayatnya dipindahkan ke Goa, dan invasi Belanda serta Inggris. Bagi saya, sore itu terasa menyenangkan saat mendengarkan cerita sejarah di dalam A Famosa daripada panas-panasan berfoto di luar.

Porta De Santiago
Souvenir stand at Jonker Street

Malam hari dan besok paginya saya habiskan waktu di Jonker Street & Chinatown. Jonker Street ini terkenal sebagai sentra wisata di Malaka. Souvenir, kuliner, dan tempat hang-out banyak bertebaran di sini. Buat yang memelihara naga di perutnya, Jonker Street (Hang Jebat Street) ini tempat yg cocok banget. Ada Chicken Rice Ball, kedai-kedai penjual egg tart & pastry, warung cendol, gerobak penjual es krim & manisan, dan pastinya… chinese food hawker. Perut saya sampai sebah kebanyakan icip-icip sana-sini.

di Jonker Street ini juga beberapa restoran terkenal yg menjual hidangan ikonik Malaka yaitu Chicken Rice Ball. Makanan ini sebenarnya versi modifikasi dari Hainan Chicken Rice, cuma nasinya dibentuk bola-bola. Kebanyakan restoran dibuka pada saat makan siang, namun jangan coba-coba datang pas makan siang karena kebanyakan pengunjung datang 1 jam sebelum buka dan rela mengantri. Bujug!. Karena siangnya saya harus ke Bandara Kuala Lumpur dan perut juga lagi penuh, ga jadi deh saya icip-icip.

this is what you call “hype”

2 hari 1 malam di Malaka jelas gak puas untuk menjelajahi kota. Belum sempat ikut River Cruise, belum sempat menjelajah sisi kota yang lain, dan belum makan Chicken Rice Ball & Sate Celup!. Pukul 2.30 siang, datanglah bis Transnasional tujuan LCC Terminal – KLIA yg menjemput saya di Mahkota Medical Center. Berakhirlah liburan Natal saya begitu juga agenda liburan 2011. Sampai jumpa tahun depan di….. Songkran Festival :p

Malaka River Cruise
misiii…
Casa del Rio

12 thoughts on “Melaka, Malaka, Malacca… whatever!

    1. berlesung pipit, bersasak tinggi, dan berbulu dada separoh itu ya? eh, jangan lupa itu becak muterin lagu-lagu dong. mulai dari lagu melayu tradisional, house music, sampe lagu SMS dan Alamat Palsu aja dong

  1. This chicken rice restaurant is tucked in the corner of Jonker Street. Chong Hwa is the most original chicken rice place in Malacca. To get an authentic taste of the chicken rice balls, visit this restaurant.Go early to avoid disappointment. Lunch time is always crowded. Favorite Dish: For 2 pax, it costs RM10 for a plate of chicken and 2 servings of rice balls.They serve freshly boiled barley drink and freshly squeezed fruit juice.

Leave a comment